Apakah Anda Sungguh-Sungguh Mencintai Syariah?

­


Muslim umumnya memiliki pengertian yang sangat sedikit tentang Syariah. Butir-butir tentang semua hukum positip Syariah tidak diumumkan dengan terbuka dan kaffah. Politisi yang mencoba memaksakan hukum Syariah tidak menjelaskan esensi dan kebenarannya sampai mereka sudah memegang tampuk kekuasaan, sehingga rakyat yang dipimpinnya terlanjur tidak memiliki cara dan kesempatan lagi untuk membalikkan keadaan. Mereka mencoba menghembuskan betapa damai dan rahmatnya Syariah bilamana itu ditegakkan diseluruh Negara. Tak ada yang harus dikhawatirkan, karena hak-hak manusia dijunjung sendiri oleh Allah sang Penciptanya. Betapa besar pahala yang akan diterima kelak oleh umatNya karena melaksanakan undang-undang Ilahi ini. Dar al Salam dan Rahmatan lil alamin itulah yang dinikmati masyarakat yang bertakwa …

Namun Ibn Warraq, tokoh besar mantan Muslim ber-kata: “Dengan menggunakan standar-standar manusia saja (human), hukuman-hukuman dalam Syariah adalah tidak manusiawi (inhuman)… Syariah hanya memberikan human duties, bukan human rights”.

Inilah antara lain yang akan kita “nikmati” dalam Syariah:

 

1. Semua penduduk harus menjalankan shalat (doa) lima waktu. Jika saat waktu shalat anda tertangkap basah melakukan hal lain, maka anda akan dipukuli.

 

Nabi berkata,”Sesungguhnya aku telah memutuskan untuk memerintahkan muazin mengumumkan azan dan memerintahkan seorang pria memimpin shalat serta membawa obor untuk membakar mereka yang tidak meninggalkan rumah-rumah mereka untuk menjalankan shalat, beserta dengan rumah-rumah mereka.” (Bukhari, Adhan 29, Husumat 5, Ahkam 52; Muslim, Masajid 252, (651); Muwatta, Salatu'l-Jama'a 3, (1, 129-130); Abu Dawud, Salat 47, (548, 549); Tirmi-dhi, Salat 162, (217); Nasai, Imamah 49, (2, 107).

Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)

 

2. Semua pria akan memelihara/menumbuhkan janggut. Panjang yang dianggap benar adalah setidaknya satu kepalan di bawah dagu. Jika Anda tidak mematuhi aturan ini, Anda akan dipukuli

 

Dari Ibn Umar yang mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melak-sanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442).

 

3. Semua anak laki-laki akan mengenakan turban. Kaum wanita diperintahkan untuk menutup seluruh tubuh mereka dengan pakai-an yang longgar (baggy)

 

Anak laki-laki dari kelas satu sampai kelas enam akan mengenakan turban hitam, kelas yang lebih tinggi akan mengenakan warna putih. Semua anak laki-laki akan mengenakan pakaian Islam. Kerah kemeja harus dikancing. Aturan berpakaian dalam Islam bersifat wajib baik untuk laki-laki dan perempuan. Islam melarang kebebasan individu dari masyarakatnya untuk berpakaian sebagaimana yang mereka kehendaki sendiri-sendiri. Setiap pelanggaran akan dihukum termasuk hukuman badan seperti dipenjara, dicambuk dan dipermalukan di hadapan publik

Kaum wanita diperintahkan untuk menutup seluruh tubuh mereka dengan pakaian yang longgar (baggy) dengan perkecualian pada muka dan tangan mereka. Hukum ini didasarkan pada Quran Surah Al-Ahzab 33:59 yang berbunyi:

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-nya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, dan oleh karena itu mereka tidak akan diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hukum untuk menutup tubuh itu juga didasarkan pada urusan syahwat:

“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189) Quran Surah An-Nur 24: 30-31 mem-berlakukan larangan yang lebih ketat baik terhadap pria maupun wanita dalam kaitan dengan bagaimana seharusnya mereka berpakaian dan dengan siapa mereka diijinkan untuk berinteraksi.

 

 

4. Menyanyi adalah aktifitas yang dilarang

 

Apakah menyanyi dan bermain musik diharamkan dalam Is-lam atau tidak; merupakan masalah penafsiran dimana kedua posisi adalah saling menyalahkan.

“Sekelompok dari umatku benar-benar akan minum khamr, dan mereka akan menamakan khamr itu dengan nama lain. Di atas kepala mereka akan dimainkan alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita. Allah akan membenamkan mereka kedalam bumi/tanah, dan menjadikan lainnya kera-kera dan babi-babi” (Hadist Shahih Lighairihi, riwayat Bukhari dlm At-Tarikh; Ibn Majah no 4020)

Dan yang paling keras melarang musik adalah:

Shahih Bukhari vol.7. 69. no.494:

Dikisahkam oleh Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Ash’ari: Nabi berkata, “Diantara para pengikutku akan ada sejumlah orang yang akan menganggap seks-bebas (illegal), mengenakan sutra, minum al-kohol, dan memainkan alat musik, itu dianggap termasuk hal-hal yang dibolehkan hukum…. Allah akan menghancurkan mereka diwaktu malam dan menimpakan gunung keatas mereka, dan Dia akan mengubah sisa-sisa mereka menjadi kera-kera dan babi-babi seumur hidupnya hingga kepada Hari Kebangkitan”.

 

Hadist Muslim vol.24, no.5279  

dari Abu Huraira, Rasul Allah berkata: “Lonceng adalah alat musik dari Syaitan”

 

Namun sebaliknya, Muhammad pula yang mengizinkan menyanyi dan bermain musik, tatkala itu digelar di rumahnya,

Shahih Bukhari vol.5, no.268,

Diriwayatkan Aisyah: Suatu ketika di hari Idul Fitri atau Idul Adha datanglah Abu Bakr ke rumah dia (Aisyah) tatkala ada Nabi dan dia, beserta dengan 2 orang gadis penyanyi yang menyanyikan lagu-lagu Ansar tentang hari (perang) Bu’ath. Abu Bakr menegur dua kali, “Alat musik dari Syaitan!”

Tetapi Nabi berkata: “Biarkan saja mereka, Abu Bakr, sebab setiap bangsa mempunyai ‘Id (festifal) dan hari ini adalah ‘Id kita.”

 

Shahih Bukhari vol.6, no.568,

Diriwayatkan Abu Musa, bahwa Nabi berkata kepadanya, 

“O Abu Musa! Engkau telah diberikan satu alat musik tiup dari keluarga Daud”

Dan Hadist ini telah dikonfirmasi oleh dua ayat Quran yang juga memuliakan nyanyian-nyanyian Zabur(silahkan baca QS.4:163, 17:55).

Dalam ketidakpastian, keputusan diserahkan pada para mullah dan para sarjana untuk memutuskan apakah bermain musik diijinkan atau dapat diam-puni. Banyak dari mereka yang bersikap hati-hati dengan tidak mengijinkan musik. Mereka bahkan mengutip Quran Surah Luqman 31:6 yang berkata:

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (misalnya musik, nyanyian) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah...” dan melihat musik sebagai omong kosong untuk mendukung pandangan-pandangan mereka.”

Al-Hasan al-Basri mengatakan, ayat ini diwah-yukan dalam kaitan dengan menyanyi dan instrumen musik (literal: instrumen tiup dari kayu). (Tafsir Ibn Kathir, 3/451)

 

5. Menari dilarang

 

Aturan tentang menari adalah sama seperti bermain musik. Mayoritas sarjana melarang keduanya. Meskipun sejumlah kecil dari para sarjana punya pendapat berbeda, namun berdasarkan ins-truksi Muhammad, orang Muslim harus “mematuhi pendapat mayoritas.”

Berdasarkan Tabari,“Barangsiapa mati dalam keadaan berbeda dengan mayoritas, dia mati sebagai seorang jahili”. (Tafsir al-Qurtubi, 14/56)

 

6. Main kartu, catur, judi dan layang-layang juga dilarang

 

Main kartu dan permainan lainnya seperti catur, meskipun tidak melibatkan uang tetap dilarang dalam Islam karena dianggap menarik perhatian seseorang dari kewajibannya kepada Allah.

Dalil ulama yang mengharamkan adalah sebagai berikut.

ملعونمنلعببالشطرنجوالناظرإليهاكالآكللحمالخنزير

“Sungguh terlaknat siapa yang bermain catur dan memperhatikannya, ia seperti orang yang memakan daging babi” (Disebutkan dalam Kunuzul ‘Amal 15: 215).

“Barangsiapa bermain dadu, maka seakan-akan ia telah mencelupkan tangannya ke dalam daging babi dan darahnya.” (HR. Muslim no. 2260)

Larangan ini termasuk dengan larangan mengkonsumsi alkohol berdasarkan pada Quran Surah Al-Maidah 5:90 yang mengatakan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khmar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

 

 

7. Menulis buku, menonton film dan melukis gambar dilarang

Semua literatur yang bukan tentang Islam dianggap membuang-buang waktu dan karena itu tidak disarankan. Film dan televisi seringkali tidak diijinkan kecuali mereka mempromosikan Islam.

Lukisan diharamkan malaikat Islam,

“Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya” (HR.Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106).

 

Situs  islamqa.info/en/3633 mengatakan,

Isu tentang menonton film tidak bebas dari sejum-lah hal yang diatur berdasarkan hukum Syariah seperti menutup aurat, mendengar musik, menyebarkan keyakinan yang salah dan meniru apa yang dilakukan orang kafir. Allah telah memerintahkan kita untuk merendahkan pandangan kita, sebagai-mana yang Ia katakan (penafsiran makna):

Dalam kaitan dengan televisi, ini adalah peralatan yang berbahaya dan sangat merusak, sama halnya dengan bioskop, atau bahkan lebih buruk.

 

8. Jika anda mencuri, tangan anda akan dipotong dari pergelangan. Jika anda mencuri lagi, kaki anda akan dipotong

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [Quran Surah Al-Maidah 5:38].

Dan apa yang telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan kepada seseorang yang tertangkap basah ketika mencuri.

Abdullâh Ibnu Umar Radh-iyallahu ‘anhu berkata: Bahwa Rasûlullâh memotong tangan seseorang yang mencuri tameng/perisai, yang nilainya sebesar tiga dirham [Muttafaqun ‘Alaihi].

Hadist Bukhari no.1807 dan 1810 mendetilkan nilai barang curian yang harus dipotong tangannya: “Allah mengutuki pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu dipotong tangannya, dan pencuri seutas tali, lalu dipotong tangannya”… “Dipotong tangan pencuri disebabkan mencuri ¼ dinar”.

 

Kalau begitu, bagaimana dengan kasus pencuri-kakap yang bernama Koruptor? Bolehkah Hukum Syariah tajam kebawah, tumpul keatas?

 

 

9. Jika anda bukan seorang Muslim, anda dilarang beribadah di tempat yang dapat dilihat oleh orang-orang Muslim. Jika anda melakukan hal itu, anda akan dipukuli dan dipenjara

 

Kementrian Saudi untuk Sumbangan Religius telah menyatakan:

“Dewan permanen untuk Riset Kesarjanaan dan Penghakiman Legal Religius telah mempelajari pertanyaan-pertanyaan dari sejumlah individu yang diajukan ke hadapan Mufti Agung ... mengenai topik rumah ibadah dan ritual ibadah yang dilakukan oleh non-Muslim.

“Setelah mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan itu, jawaban Dewan adalah sebagai berikut:

“Semua agama selain Islam adalah bidat dan salah. Setiap tempat yang dimaksudkan untuk ibadah selain daripada Islam adalah tempat kesesatan dan dianggap salah, karena Allah sudah melarang untuk menyembah Allah dengan cara yang berbeda dengan yang telah ditentukan olehNya dalam Islam. Hukum Islam (Syariah) bersifat final dan merupakan hukum religius definitif. Hukum ini diaplikasikan kepada semua manusia dan jin dan membatalkan semua hal yang datang sebelumnya. Hal ini sudah merupakan sebuah konsensus.

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [Quran Surah Ali ‘Imran 3:85]

 

10. Jika anda murtad dari Muslim, anda akan dihukum mati

 

Ayat emas hanya untuk pencitraan, “Tidak ada paksaan dalam beragama”. Nyatanya setiap kemurtadan dari Islam, dalam kaidah Islam, dapat dihukum dengan hukuman mati jika yang bersangkutan tidak membatalkan murtadnya. Hal ini didasarkan pada perkataan Muhammad, sebagaimana dikutip dalam banyak Hadis (Tradisi Islam), “Siapapun yang mengganti agama Islamnya, bunuhlah dia!” (Hadis Sahih  al-Bukhari 4:260, 5:630, 9:57 dll).

Tidak ada satupun mazhab Islam yang tidak taat terhadap hukuman ini, entah itu Hanafi, Hanbali, Maliki, atau Shafii. Hukum Allah itu mutlak. Dan ketaatan yang setengah-setengah adalah sama saja dengan tidak taat!

 

11. Hukum tentang waria dan LGBT

 

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Rasulullah SAW melaknat kaum laki-laki yang suka menyerupai kaum wanita dan melaknat kaum wanita yang suka menyerupai kaum laki-laki.” (HR. Bukhari)

”Dari Abu sa’id RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama lelaki, begitu pula seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan kulit sesama lelaki dalam satu selimut, begitu pula seorang perempuan tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama perempuan dalam satu selimut.” (HR. Muslim)

 

 

Wanita dibawah hukum Syariah

 

Syariah mempengaruhi semua orang, bukan saja terbatas dikalangan Muslim sebagaimana yang sering dislogankan dipublik untuk menemtramkan non-Muslim. Semua perluasan cakupannya ditentukan oleh pemimpin khilafah. Para pria dapat dipukuli karena melanggar aturan cara berpakaian atau karena makan di tempat umum selama bulan Ramadhan, mendengarkan musik atau menari dan lain-lain. Namun korban terbesar dari Syariah adalah para wanita yang kehilangan hak asasi dasar mereka dan diturunkan menjadi “barang” milik dan harta dari suami mereka atau pelindung pria. Berikut adalah beberapa contohnya:

 

1. Di bawah Syariah, para istri dapat dipukuli

 

Syariah menghilangkan hak para wanita untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan mereka sen-diri dengan cara membatasi kebebasan bergerak-nya dan interaksinya dengan pria. Ini memaksa wanita untuk bergantung kepada pria untuk kelangsungan hidup mereka. Jika mereka menikah, maka adalah tanggung jawab dari suami mereka untuk menyediakan kebutuhan mereka dan jika mereka lajang, adalah tanggung jawab ayah atau saudara pria mereka.

Pengaturan yang demikian menaruh beban lebih kepada pria, para suami, para ayah ataupun sauda-ra pria yang membuat mereka cenderung meleceh-kan dan menghina wanita. Jadi, misogini atau kebencian terhadap wanita adalah hal yang alami dan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari jika mengaplikasikan hukum Syariah.

Sepertinya tidak cukup, Quran Surah an-Nisa 4:34, mengijinkan pria untuk memukuli istri mereka.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suami-nya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukul-lah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Ayat ini menempatkan seorang wanita dapat dilecehkan secara verbal, emosional dan fisik. Dia dapat dipukuli jika saja suaminya was-was mengkhawatirkan istrinya tidak mentaatinya. Perhatikan bahwa sang wanita tidak harus sungguh-sungguh membangkang terhadap suaminya atau bahkan berpikir untuk tidak mentaatinya. Jika seorang pria khawatir bahwa istrinya mungkin berpikir untuk memberontak, dia diijinkan untuk memukulinya. Ketakutan si suami dapat saja sama sekali tidak berdasar. Dia mungkin saja paranoid atau membayangkan hal-hal yang tidak benar. Namun menurut Syariah yang sudah disahkan sang suami diijinkan untuk memukuli istrinya.

Umar ra. meriwayatkan “Sang Nabi berkata: Seorang pria tidak akan ditanya mengapa ia memukuli istrinya.”
(Abu Dawud, Buku 11, Nomor 2142).

 

2. Di bawah Syariah, wanita memiliki lebih sedikit hak dari pria

Menurut Quran Surah al-Baqarah 2:282, kesaksian dari seorang wanita hanya bernilai setengah dari kesaksian pria:

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.

Quran Surah an-Nisa 4:11 dan 176, mengatakan bahwa seorang wanita hanya mendapatkan setengah warisan dibandingkan dengan saudara pria-nya.

Juga, karena berdasarkan Syariah, seorang non-Muslim tidak dapat memperoleh warisan dari seorang Muslim, istri non-muslim dari seorang Muslim tidak diperkenankan atas warisan apapun.

Muhammad mengatakan, “Orang beriman tidak mendapatkan warisan dari seorang kafir (tidak beriman) dan seorang kafir tidak mendapatkan warisan dari seorang beriman.” (Diriwayatkan al-Bukhari, al-Fath 4283).

Hadis ini juga dikonfirmasi oleh Shahih Bukhari, 6764. “Rasul Allah juga berkata: “Orang yang berasal dari dua agama yang berbeda tidak saling mewariskan.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam al-Sunan, Kitab al-Faraa’id, dan dianggap hasan (derajat keshahihan dibawah Shahih) oleh al-Albaani dalam Saheeh al-Jaami’, 7614) – karena ketika ikatan dalam agama terputus, ikatan dalam warisan juga terputus, karena yang pertama adalah dasar dari yang belakangan.

 

3. Syariah mengijinkan pernikahan dan hubungan seksual dengan gadis-gadis pra-pubertas (di bawah umur)

 

Quran Surah At-Talaq 65:4 menyatakan

“Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.”

Ayat ini diambil menjadi dasar untuk menikahi anak-anak gadis pra-pubertas yang belum mengalami menstruasi.

Hubungan seks dengan gadis kecil dapat menye-babkan kerusakan permanen dan dapat menyebabkan kematian pada anak. Belum lagi pernikahan adalah sebuah kontrak serius dan seorang anak tidak dapat diharapkan untuk memasuki kehidupan yang terikat kontrak seperti sebuah pernikahan. Peraturan ini jelas adalah sebuah pelanggaran atas hak anak tersebut. Sementara pernikahan anak telah dilarang hampir di seluruh masyarakat ber-adab, hal ini masih dipraktekkan di seluruh negara yang mematuhi Syariah.

Sarjana dan filsuf Muslim terkenal, Ibn Rushed, (1126–1198), menegaskan perijinan untuk melaku-kan hubungan seks dengan gadis-gadis pra-pubertas di dalam buku pedoman legalnya, Bidāyat al-Mujtahid wa Nihāyat al-Muqtaṣid. Di bagian yang berjudul “masa penantian bagi istri-istri,” beliau menjelaskan: “wanita yang diceraikan yang pernikahannya masih sah, boleh atau boleh tidak meng-alami menstruasi. Jika ia tidak menstruasi, dia mungkin adalah seorang anak atau telah melewati usia menstruasi.”

 

4. Di bawah Syariah, Wanita tidak dapat menceraikan suami mereka, sekalipun suaminya itu kejam

 

Di bawah Syariah, seorang suami dapat menceraikan istrinya hanya dengan mengatakan tiga-kali, “engkau diceraikan”, dan sang suami akan menda-patkan hak asuh atas anak-anak yang ada. Dia tidak perlu menjelaskan alasan untuk perceraian. Peraturan ini dijelaskan di dalam Quran Surah al-Baqarah 2:229-230.

Jika sang suami mengumumkan kata talaq (cerai) tiga kali, dia tidak dapat menikahi istrinya kembali, kecuali ia menikahi pria lain, mensahkan perni-kahan dengannya (melakukan hubungan seks) dan diceraikan lagi. Ini dimaksudkan sebagai peleceh-an terhadap wanita yang ditalak. Hanya setelah penghinaan ini sang wanita dapat menikahi kemba-li suami (‘terhormat’) dari anak-anaknya.

Sebaliknya, seorang wanita tidak memiliki hak untuk meminta perceraian selain karena impotensi sang suami. Aisha menggambarkan secara utuh tekornya hak wanita di dalam Islam.

Diriwayatkan Ikrima: Rifaa menceraikan istrinya lalu Abdur-Rahman menikahinya. Aisha mengatakan bahwa sang nyonya datang dengan mengenakan kerudung hijau dan mengeluh kepadanya (Aisha) dan menunjukkan kepadanya bercak hijau pada kulitnya yang disebabkan oleh pukulan. Adalah sebuah kebiasaan para wanita untuk saling mendukung, sehingga ketika Rasul Allah datang, Aisha mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang wanitapun yang menderita seperti seorang wanita yang percaya. Lihat! Kulitnya lebih hijau dari pakaiannya!” Ketika Abdur-Rahman mendengar bahwa istrinya telah mendatangi sang Nabi, dia mendatanginya ditemani oleh dua orang putranya dari istrinya yang lain. Istrinya berkata, “Demi Allah! Aku tidak melakukan apapun yang salah padanya, tetapi dia impoten dan tidak ada gunanya bagiku sebagai-mana benda ini,” sambil memegang dan menunjukkan tepi pakaiannya. Abdur-Rahman pun berkata, “Demi Allah, o Rasul Allah! Dia telah mengatakan sebuah kebohongan. Aku sangat kuat dan mampu memuaskannya, tetapi dia tidak patuh dan ingin kembali kepada Rifaa.” Rasul Allah berkata kepada sang istri, “Jika itu adalah niatmu, maka ketahuilah bahwa adalah pelanggaran hukum bagimu untuk menikahi kembali Rifaa kecuali Abdur-Rahman telah melakukan hubungan seks denganmu.” Sang Nabi melihat dua anak laki-laki yang bersama Abdur-Rahman dan bertanya kepadanya, “Apakah ini putra-putramu?”

Menjawab hal tersebut Abdul-Rahman berkata, “Ya.” Sang Nabi berkata, “Engkau mengklaim apa yang engkau klaim (bahwa ia impoten)? Tetapi demi Allah, anak-anak laki-laki ini menye-rupainya sebagaimana seekor gagak menyerupai seekor gagak.” (Sahih Bukhari 5825).

 

5. Di bawah Syariah, tidak ada wanita yang dapat memiliki posisi kekuasaan atau otoritas

 

Ketika di banyak negara-negara non-Muslim, seperti Jerman, UK, Thailand, Korea, USA, wanita terbukti dapat berusaha mencapai posisi tertinggi dalam otoritas, Muhammad justru mengatakan bahwa wanita kurang dalam hal inteligensia dan hukum Syariah ‘mengerutkan dahi’ atas kekuasaan mereka terhadap pria.

Sebuah hadis diriwayatkan oleh Sahih al-Bukhari mengatakan bahwa ketika Muhammad mendengar kabar bahwa bangsa Persia telah membuat putri dari Khosrau menjadi ratu mereka, ia berkata “Sebuah negara tidak akan berhasil jika mereka menjadikan seorang wanita pemimpin bagi mere-ka.”

Inilah sebabnya wanita tidak dapat menjadi khalifah. Di dalam beberapa negara Muslim seperti Pakistan dan Banglades, wanita telah menjadi perdana menteri, tetapi hal tersebut adalah pelanggaran terhadap hukum Syariah!

Hadis mengatakan bahwa wanita kurang dalam hal intelegensia (dibanding pria).

Diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri:

Suatu ketika Nabi Allah pergi ke Mushalla (untuk melaksanakan doa) idul Adha atau idul Fitri. Kemudian ia melewati para wanita dan berkata, “O wanita! Berikanlah sedekah, karena aku telah melihat bahwa mayoritas penghuni api neraka adalah kamu (wanita).” Mereka bertanya, “Meng-apa demikian, o Nabi Allah?” Ia menjawab, “Eng-kau sering mengutuk dan tidak bersyukur atas suami-suamimu. Aku tidak pernah melihat seorangpun yang kurang dalam inteligensia dan agama dibanding kamu. Seorang pria bijaksana yang was-pada dapat disesatkan oleh beberapa dari kamu.”

Para wanita bertanya, “O Nabi Allah! Apa yang kurang dalam intelegensia dan agama kami?” Dia berkata, “Bukankah kesaksian dari dua wanita setara dengan kesaksian dari seorang pria?” Mereka menjawab dengan persetujuan. Dia berka-ta, “Inilah kekurangan dalam intelegensianya. Bu-kankah benar bahwa seorang wanita tidak dapat berdoa maupun berpuasa selagi ia mengalami menstruasi?” Para wanita menjawab dengan tanda persetujuan. Dia berkata, “Ini adalah kekurangan-nya dalam agama.” (Sahih Bukhari 1:6: 301).

 

6. Di bawah Syariah, para istri adalah budak dari suami-suami mereka

 

Di bawah Syariah, seorang suami adalah tuan dari istrinya dan memiliki otoritas absolut atas dirinya. Situs Islam https://islamqa.info/en/69937 meriwa-yatkan sebuah hadis oleh Umar yang mengatakan, “Pernikahan adalah perbudakan, jadi berhati-hatilah kepada siapa engkau memberikan anak perempuanmu untuk perbudakan tersebut.”

Situs yang sama mengutip al-Tirmidhi, salah satu sarjana Islam terbesar, yang meriwayatkan sang Nabi berkata, “Aku mendorongmu untuk memperlakukan wanita dengan baik, karena mereka ada-lah tahanan bagimu.” Dia menambahkan, “Jadi seorang wanita adalah seperti seorang budak atau tahanan bagi suaminya, dan dia tidak dapat pergi keluar dari rumahnya tanpa ijin dari suaminya, meskipun ayahnya, ibunya atau siapapun memberitahunya untuk melakukan hal tersebut; ini menurut konsensus dari para imam." Al-Fataawa al-Kubra, 3/148.

Ibn. Muflih al-Hanbali mengatakan, “Adalah haram bagi seorang wanita untuk pergi dari rumah suaminya tanpa persetujuannya, kecuali dalam keadaan mendesak, atau kewajiban shar’a.” Al-Adaab al-Shar’iyyah 3/375.

 

7. Seorang wanita yang bepergian tanpa seorang mahram, ini adalah haram

 

Al-Nawawi mengatakan, “Segala sesuatu yang disebut perjalanan, adalah dilarang dilakukan oleh seorang wanita tanpa suaminya atau seorang mahram, entah selama tiga hari, dua hari maupun satu hari, atau bareed (suatu jarak yang sama dengan kira-kira 20 km) atau apapun juga, karena hadis dari Ibn ‘Abbaas, yang menurutnya sang Nabi sudah mengatakan: “Tidak ada wanita yang boleh bepergian tanpa seorang mahram.” Sharh Muslim, 9/103.

Dalam sebuah hadis Muhammad memberitahu seorang wanita bahwa doanya tidak bernilai jika dilakukan tanpa ijin dari suaminya. Ini dikonfirma-si dengan tulisan “The Reliance of the Traveller (Ketergantungan sang musafir)”, sebuah manual Shafi’i legal yang otoritatif yang ditulis pada abad ke-14 yang ditulis oleh Ahmad ibn Naqib al-Misri (1302–1367). Manual tersebut menyatakan bahwa “seorang wanita tidak diperbolehkan meninggalkan kota tanpa suaminya atau seorang anggota keluarganya yang belum menikah menemaninya, kecuali perjalanan tersebut adalah suatu keharusan, seperti naik haji. Adalah melanggar hukum baginya untuk bepergian, dan melanggar hukum bagi suaminya untuk mengijinkannya.”

Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, maka apabila keluar, syaithan akan menghiasinya.” (Dikeluarkan oleh Al Bazzar dan At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)

 

8. Di bawah Syariah, poligami suami diijinkan Allah

 

Quran Surah an-Nisa 4:3 secara eksplisit mengijinkan pria Muslim untuk menikahi “apa yang tampaknya kamu senangi: dua, tiga atau empat”.

Beberapa sarjana percaya ayat ini tidak betul-betul membatasi jumlah wanita yang dapat dinikahi oleh seorang pria sebanyak empat orang, tetapi mereka percaya bahwa implikasinya tidak terkait jumlah maksimum, melainkan berapapun jumlah istrinya.

Sang Nabi juga dilaporkan sudah berkata, “Jika diijinkan bagi seorang manusia untuk merendahkan manusia lainnya, aku akan memerintahkan wanita untuk merendahkan diri terhadap suaminya karena besarnya haknya atas dirinya. Demi Dia yang dalam tangannya terletak jiwaku, jika ia (sang suami) dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, memiliki bisul yang mengeluarkan darah dan nanah, dan dia (istri) datang menjilatnya baginya, sang istri masih belum mampu memenuhi hak suaminya.” (Dicatat dalam Ahmad dan al-Nasa’i). Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan Muhammad mengatakan, “Hak seorang suami atas istrinya adalah sedemikian bahwa jika ia memiliki bisul dan sang istri menjilatnya bersih dari dirinya, dia belum cukup memenuhi hak suaminya dengan melakukan hal tersebut."

 

9. Di bawah Syariah, memperkosa wanita non- Muslim adalah diijinkan

Di bawah Syariah, pria-pria Muslim dapat menyerang rumah-rumah non-Muslim (kafir), membunuh mereka, memperkosa istri-istri mereka dan mengambil mereka sebagai budak. Menurut Quran (Surah an-Nisa 4:3, 24, Al-Mu’minun 23:5-6, Al-Ma’arij 70:22-30), memiliki budak wanita (yang diistilahkan “mereka yang dimiliki tangan kanan-mu” (ماملكتايمانكم, ma malikat aymānikum) adalah hal yang diijinkan. Budak wanita tidak dihitung sebagai istri dan oleh sebab itu seorang Muslim dapat memiliki berapapun jumlah budak seks wanita sebagai tambahan dari istri-istrinya. Hukum ini adalah bagian dari Quran dan dipraktekkan setiap waktu. ISIS mempraktekkan hal ini sampai hari ini dan meneruskan tradisi dari nabi mereka, mengambil/menangkap wanita-wanita non-Muslim dan menggunakan mereka sebagai gratifikasi seksual mereka.

 

Mahasiswi Jerman yang membela dan menyambut pengungsi … ternyata setahun kemudian, ia diperkosa oleh pengungsi yang sama

 

10. Dibawah syariah, Kosmetik dan perhiasan dan parfum dilarang

 

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33).

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An Nur: 31).

Dari Abu Musa Al Asy’ary berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Disha-hihkan Syaikh Al Albani).

Dari Yahya bin Ja’dah, “Di masa pemerintahan Umar bin Khatab ada seorang perempuan yang keluar rumah dengan memakai wewangian. Di tengah jalan, Umar mencium bau harum dari perempuan tersebut maka Umar pun memukulinya dengan tongkat. Setelah itu beliau berkata, “Kalian, para perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki mencium bau harum kalian?! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan oleh bau yang dicium oleh hidung-nya. Keluarlah kalian dari rumah dengan tidak memakai wewangian”. (HR. Abdurrazaq dalam al Mushan-naf no 8107).

 

 

 Artikel ini dipetik dari Buktisaksi.life