Mengenal Tuhan Secara Pribadi

Pesan Kristiani bagi Dunia Muslim


Oleh: John Gilchrist


Introduksi: Iman Sejati atau Monoteisme Formal?

Orang-orang Kristen dan Muslim memiliki banyak hal yang mirip. Mereka percaya kepada satu Tuhan, beribadah di tempat suci (Gereja dan Mesjid), memiliki kalender keagamaan tahunan yang mirip (Natal, Jumat Agung, Paskah bagi orang Kristen, Idul Fitri, Idul Adha, Laylatu’l Miraj dan Laylatu’l Qadar bagi orang-orang Muslim), dan mengkhususkan satu hari dalam seminggu bagi komunitas umum untuk melakukan ibadah bersama (masing-masing hari Minggu dan Jumat). Jika dilihat dari luar, kedua agama ini bisa terlihat sangat mirip. Ibadah mereka bisa menjadi sesuatu yang sangat formal dan merupakan pengulangan-pengulangan. Shalat bagi Muslim, secara khusus, mengikuti pola yang sama hari lepas hari, tahun lepas tahun, dekade lepas dekade, tanpa variasi. Azan, panggilan untuk sembahyang, juga tidak pernah berubah. Ibadah Haji mengabadikan sebuah rangkaian yang sifatnya pasti dan merupakan praktek-praktek keagamaan yang telah dilakukan tanpa perubahan selama empat belas abad. Tidak berbeda dengan banyak gereja-gereja Kristen. Para imam Katolik dan Ortodoks mengucapkan doa-doa yang sama yang telah disusun sedemikian rupa, minggu lepas minggu, sama seperti yang dilakukan para imam Muslim.

Beberapa tahun lalu ada seorang wanita Muslim yang berkata kepada saya, "Kapan saja saya pergi ke pekuburan, saya melihat semua kuburan Muslim berada di satu sisi dan kuburan-kuburan Kristen di sisi lainnya, dan saya berkata kepada diri saya sendiri, apa bedanya?" Respon saya adalah,"Jika anda mencari yang hidup di antara orang mati, maka anda tidak akan menemukan banyak hal." Yudaisme pun tidaklah berbeda. Ketiga agama monoteisme telah melembagakan sistem-sistem keagamaan mereka, berjalan berkeliling sementara mereka kembali setiap tahun kepada rutinitas perayaan-perayaan dan hari-hari suci yang sama; semuanya didasarkan pada apa yang cocok pada bagian luar dari ibadah formal. Seorang penjaga toko di Yerusalem suatu kali berkata, "Hanya ada tiga bisnis besar di Yerusalem. Yang pertama adalah mengumpulkan uang pada hari Jumat, yang kedua pada hari Sabtu, dan ketiga pada hari Minggu." (Kutipan ini diambil dari video Discovery Jerusalem: City Of Heaven).

Apakah ini yang Tuhan inginkan? Sebuah komitmen seperti budak terhadap pengulangan-pengulangan seremonial selama kita hidup? Sebuah ayat dari Alkitab memperlihatkan bagaimana monoton dan sia-sianya hal ini. Saya akan menonjolkan kata-kata kunci untuk memberikan penekanan pada intinya: 'Dan sesungguhnya setiap imam terus menerus berdiri tiap-tiap hari untuk menyelenggarakan pelayanan dan dengan berulang-ulang mempersembahkan kurban-kurban yang sama, yang tidak pernah dapat menghapuskan dosa-dosa' (Ibrani 10:11 – KSILT*). Hal yang ironis tampak nyata di sini ketika anda membandingkan pengulangan-pengulangan dengan ketidakmampuan mereka untuk meraih apa pun: setiap – tiap-tiap hari – berulang-ulang – yang sama – tidak pernah dapat!

Islam menempatkan sebuah penekanan yang luar biasa terhadap ibadah formal yang dilaksanakan berulang-ulang. Tidak ada ruang bagi Dia (Tuhan) atau pujian yang bersifat spontan ketika mereka melakukan setiap rakaat. Seorang Muslim sejati tidak hanya memelihara janggut, tetapi mereka akan mengguntingnya sedemikian rupa hingga bentuk dan panjangnya sesuai dengan sunnah Muhammad. Sebuah topi dengan model tertentu harus dikenakan ketika sembahyang di sebuah mesjid. Sepatu harus dilepaskan. Gerakan yang sama saat mencuci anggota-anggota tubuh tertentu (wudhu) haruslah selalu mengikut apa yang sudah digariskan oleh Qur’an: 'Cucilah mukamu, dan tanganmu hingga ke sikut, dan seka kepala dan kakimu hingga ke tumit' (Sura 5:6). Setiap rakaat (membungkuk) dan sajdah (sujud) harus dilakukan secara berbarengan dengan jemaat lainnya yang hadir di mesjid itu, dengan cara yang sama, waktu yang sama, setiap hari. Selama qa’dah (posisi duduk), taslim yang sama harus diucapkan oleh setiap jemaat dimana mereka mengucapkan salam ke sebelah kiri dan kanannya. Sama sekali tidak diijinkan membuat variasi bagi seremoni ini.

Islam mengklaim bahwa mereka sebenarnya hanya mempraktekkan kembali agama yang aslinya merupakan penundukan kepada Allah, sebagaimana yang telah diikuti dan dipraktekkan oleh semua nabi-nabi sebelumnya. Qur’an mengatakan bahwa ia datang hanya sebagai sebuah tasdiq, sebuah 'konfirmasi' (penegasan) dari apa yang ada sebelumnya (Sura 10:37), dan bukan sebagai sebuah bentuk agama yang baru. Jika demikian, agama sejati dari Tuhan harus selalu berfokus pada hal yang formal, penundukan yang berulang-ulang, penghormatan dari seorang hamba kepada sesosok Tuan yang ilahi, yang tidak bisa dikenal dan dikasihi secara personal berdasarkan siapa Dia sesungguhnya.

Alkitab menggambarkan sebuah lukisan yang sama sekali berbeda. Ia tidak melihat agama Tuhan sebagai sesuatu yang selalu sama, hanya sebagai sesuatu yang cocok dengan pola-pola ibadah tertentu yang tidak pernah dan tidak akan pernah berubah. Sebagaimana ia mencakup sejarah dari hubungan Tuhan dengan umatNya, ia memperlihatkan sebuah kemajuan dan ekspansi bagaimana Tuhan menarik diriNya lebih dekat lagi dengan umat kepunyaanNya, dan menyelesaikannya dengan sebuah klimaks yang penuh kemuliaan ketika Ia mengambil inisiatif untuk menebus umatNya dengan mengundang mereka kepada sebuah hubungan yang hidup, personal dengan diriNya. Bukan sebagai para pelayanan yang harus melakukan kewajiban-kewajiban mereka, tetapi sebagai anak-anak yang dilahirkan dari RohNya yang Kudus, yang dosa-dosanya diampuni, dan disimpan untuk kemuliaan yang kekal. Bergabunglah dengan saya dalam sebuah perjalanan dimana kami telah menemukan pesan Kristiani kepada dunia Muslim.

Kain dan Habel: Satu-Satunya Korban Yang Bisa Diterima

Ada banyak agama di bumi kita ini. Termasuk di dalamnya Yudaisme yang ditemukan oleh Musa, Kekristenan oleh Yesus, Islam oleh Muhammad, Budhisme oleh Sidharta Budha Gautama, dan masih banyak yang lain seperti Hinduisme yang tidak diketahui siapa yang memulainya. Namun demikian, surga hanya melihat tiga hal. Yang pertama adalah anti-theisme. Ini adalah penyembahan kepada segala sesuatu selain Tuhan, menyembah ciptaan dan bukannya Sang Pencipta. Apakah itu penghormatan terhadap berhala-berhala pagan, roh-roh leluhur atau makhluk-makhluk lainnya, semua itu tidak ada bedanya. Semuanya sama saja dengan malaikat-malaikat di surga – penyembahan terhadap sesuatu dan segala sesuatu selain dari penyembahan kepada Tuhan yang sejati. Alkitab menggambarkan anti-theis (orang-orang yang anti kepada Tuhan) dengan sempurna: 'Sebab sekalipun telah mengenal Elohim, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Elohim atau mengucap syukur, sebaliknya mereka diserahkan kepada kesia-siaan oleh pikiran-pikiran mereka, dan hati mereka yang tanpa pengertian telah digelapkan. Dengan mengaku diri bijak, mereka telah dibuat bodoh dan menukar kemuliaan Elohim yang tidak fana dengan keserupaan gambaran manusia yang fana dan burung-burung dan binatang berkaki empat dan binatang melata' (Roma 1:21-23). Definisi itu disimpulkan demikian: 'yang telah menukar kebenaran Elohim dengan kepalsuan, dan telah menyembah serta beribadah kepada makhluk ciptaan, selain yang menciptakan, yaitu yang terberkati sampai selamanya. Amin' (Roma 1:25).

Hanya ada dua agama di bumi, menurut pandangan surga, yang merupakan agama-agama yang tertua yang pernah eksis. Kedua agama itu didirikan pada hari yang sama oleh dua bersaudara, dan pada penampakan luarnya kedua agama itu terlihat sangat mirip. Kedua bersaudara itu adalah Kain dan Habel, anak-anak Adam dan Hawa. Pada hari dilangsungkannya upacara religius yang pertama di muka bumi, Kain dan Habel masing-masing membawa persembahan kepada Tuhan. Kain telah menjadi seorang petani, seorang yang mengusahakan tanah. Maka ia membawa sebagian hasil kerjanya dan mempersembahkannya kepada Tuhan. Tetapi Habel menjadi seorang gembala, maka ia membawa persembahan yang berbeda, ia mempersembahkan anak dombanya dan bagian-bagian yang berlemak. Nampaknya tidak ada perbedaan yang jelas antara kedua jenis persembahan itu, namun Alkitab berkata 'Dan YAHWEH berkenan kepada Habel dan pada persembahannya. Dan kepada Kain dan pada persembahannya Dia tidak berkenan' (Kejadian 4:4-5). Apa yang kemudian terjadi adalah peristiwa yang sangat tidak terlupakan: Kain menjadi marah dan memusuhi adiknya, membunuhnya di ladang.

Qur’an mengkonfirmasi kisah tersebut: 'Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): Aku pasti membunuhmu' (Sura 5:27). Kedua kitab suci (Alkitab dan Qur’an) tidak mengatakan mengapa persembahan Kain ditolak, tetapi Alkitab terus menunjukkan mengapa Habel disukai Tuhan. Alkitab mengatakan 'Dengan iman Habel telah mempersembahkan kepada Elohim kurban yang lebih baik daripada Kain; olehnya dia telah dijadikan kesaksian sebagai orang yang benar ketika Elohim memberi persetujuan atas persembahannya itu, dan melalui hal itu ia masih berbicara sesudah ia meninggal' (Ibrani 11:4). Kata-kata kuncinya adalah dua kata pertama: Dengan iman Habel mendapatkan perkenanan Tuhan.

Kurban Habel mengatakan pada anda apa itu iman. Ia mencurahkan darah anak dombanya. Habel mengasihi Tuhan, tetapi ia sangat menyadari bahwa ada kalanya ia pun dapat bersikap sedingin Kain abangnya. Ia menyadari bahwa ia juga termasuk ke dalam dosa orangtuanya di Taman Eden dan bahwa ia tidak dapat memberikan sesuatu kepada Tuhan dari hasil keringatnya untuk menebus dirinya sendiri. Bagaimanapun ia juga tahu, bahwa Tuhan telah memperingatkan si ular di Taman: 'Dan Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dengan perempuan ini, dan antara keturunanmu dan keturunannya. Keturunannya akan meremukkan kepalamu dan engkau akan meremukkan tumitnya' (Kejadian 3:15). Pernyataan ini jelas mengatakan bahwa suatu hari Tuhan akan membangkitkan seorang Juruselamat dari keturunan Hawa yang akan sangat menderita demi keselamatan manusia, namun pada saat yang sama akan mencederai si ular dengan sangat fatal dan membebaskan keturunannya dari kuasa si ular. Ini adalah harapan Habel. Kurbannya membawa pesannya sendiri: "Aku tahu dosaku dan dengan sarana religius apapun aku tidak dapat mendekatkan diriku kepada-Mu, tapi aku mengembalikan kepada-Mu sesuatu yang adalah milik-Mu sendiri, dibantai dalam darahnya sendiri, karena aku merasa bahwa penebusanku akan mempunyai harga yang pantas di hadapan-Mu". Habel adalah orang pertama yang memberikan iman yang sejati kepada Tuhan. Ini adalah agama kedua yang dilihat surga, dan inilah satu-satunya agama yang benar. Itu adalah agama Iman Habel.

Namun Kain tidak mempunyai kasih yang sejati kepada Tuhan. Ia tidak percaya bahwa ia termasuk ke dalam dosa orang-tuanya. Ia juga mengatakan kepada Tuhan bahwa ia tidak percaya bahwa ia juga adalah penjaga saudaranya (Kejadian 4:9). Ia membunuh Habel dengan tangan dingin. Namun Kain telah disiapkan untuk mengakui Tuhan sebagai Penciptanya maka ia juga membawa persembahan, tetapi persembahannya tidak lahir dari hati, melainkan merupakan persembahan yang diberikannya dari kelimpahan hasil kerjanya. Kadang-kala mungkin saja ia juga ingin menyembah Tuhan, tetapi ia memandang hidupnya sebagai miliknya sendiri dan ia percaya bahwa ia bebas untuk mengeksploitasi bumi hanya untuk keuntungannya sendiri. Sebentar-sebentar ia akan datang untuk menghormati Tuhan, mungkin sekali seminggu atau untuk melakukan upacara panen sekali setahun, tapi tidak lebih dari itu. Kain adalah pendiri monoteisme formal, menyembah Tuhan tanpa sungguh-sungguh mengasihi-Nya. Inilah Agama Kain, agama ketiga yang dilihat surga, dan surga menganggap agama ini salah secara keseluruhan. Ini adalah agama terbesar di bumi saat ini dan meliputi semua ekspresi dari monoteisme formal, apakah itu Yudaisme, Kekristenan atau Islam. Tuhan sendiri meringkaskannya dalam kalimat berikut: '...bangsa ini mendekat dengan mulutnya, dan mereka menghormati Aku dengan bibirnya, tetapi hatinya menjauh daripada-Ku, dan rasa takutnya kepada-Ku adalah perintah yang diajarkan manusia' (Yesaya 29:13).

Kemarahan Kain menunjukkan perbedaan antara dirinya dan adiknya. Boleh jadi ia berkata: "Aku mau saja datang sesering mungkin untuk menghormati-Mu, sekali seminggu jika memang harus demikian. Mengapa Engkau sangat menolak persembahanku yang pertama?" Jawaban Tuhan padanya kemungkinan besar seperti ini: 'Habel hanya memberikan satu kali persembahan, tetapi itu adalah sebuah komitmen hidupnya yang seutuhnya kepada-Ku, ia mempercayai-Ku untuk keselamatannya. Satu hari nanti dengan satu kali persembahan yang Kulakukan sendiri, Aku akan sekaligus menyempurnakan semua orang yang sudah dikuduskan dari segala waktu' (Ibrani 10:14). Iman Habel adalah satu-satunya agama yang benar yang pernah dikenal dunia atau akan dikenal dunia. Inilah agama yang hidup yang berlawanan dengan kenyamanan yang tampak dari luar saja dan (keberagamaan) yang kering. Agama ini tidak mempersembahkan kepada Tuhan apa-apa yang adalah miliknya sendiri, tapi mempercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan demi keselamatannya. Agama ini tidak memperhatikan penampilan luar dan berkata Apakah saya? (Apakah saya) seorang Muslim, Yahudi atau Kristen diidentifikasi melalui pakaian saya, janggut, kerudung, kehadiran tiap minggu dalam ibadah, dan sebagainya, menandakan keterlibatan saya pada suatu agama tertentu? Tidak, agama ini menanyakan pertanyaan yang mendasar Siapakah saya? Seberapa dalamnya jiwaku mengasihi Tuhan dan seberapa rela saya mengejar kejujuran-Nya yang sempurna, kekudusan, kasih dan kebenaranNya? Setelah pakaian keagamaan saya disingkirkan, janggut saya dicukur habis, jubah keimaman saya dibuang, apa yang masih tertinggal? Apa yang saya miliki dalam diri saya sendiri untuk dapat menghubungkan saya dengan Tuhan? Hanya ada satu agama yang sejati di bumi – itulah iman manusia yang merespon kesetiaan Tuhan. Ini adalah tema yang akan banyak kita bicarakan selanjutnya.

Abraham: Bapa orang beriman

Semua orang Muslim menghormati Ibrahim alayhis-salam. Ia dipandang sebagai salah-satu dari utusan-utusan Tuhan yang terbesar. Orang-orang Kristen juga menghormatinya sebagai prototipe orang percaya sejati dan bapa orang beriman. Ia menganut iman yang sejati, yakni Iman Habel, dan orang-orang Kristen sejati dikatakan sebagai 'mereka yang memiliki iman Abraham karena ia adalah bapa kita semua' (Roma 4:16). Qur’an juga berbicara mengenai millata abikum Ibrahim, yaitu 'iman bapa Abraham' (Sura 22:78). Tetapi mengapa Abraham lebih dikenal dengan imannya dan bukan karena penyerahan/tunduknya dia kepada Tuhan?<s></s>

Qur’an melihat millah Abraham tidak lebih dari mempertanyakan kepasrahan kepada kehendak Allah. Dikatakan bahwa ia adalah salah-seorang muslimin, seorang yang 'tunduk' (Sura 3:67) dan dikatakan bahwa 'ketika Tuhannya berkata kepadanya Tunduk!, ia berkata aku tunduk kepada Tuhan atas dunia ini' (Sura 2:131). Perintah untuk 'tunduk' dalam teks itu adalah Aslim! Dan ia menjawab aslamtu, 'aku telah tunduk'. Ketiga kata ini berasal dari akar yang sama yaitu islam dan muslim. Namun demikian ini bukanlah iman yang sejati. Ini tidak lebih daripada kepasrahan kepada kehendak Tuhan. Ini tidak mengandung iman sang nabi kepada kesetiaan Tuhan.

Alkitab menunjukkan bahwa Tuhan memanggil Abraham ke dalam sebuah hubungan yang jauh lebih intim dengan-Nya daripada hanya sekadar tunduk kepada kehendak-Nya. Itu dimulai dengan sebuah janji sederhana yang Tuhan buat dengannya ketika ia mengeluh bahwa ia tidak mempunyai ahli waris untuk harta bendanya: 'Dan Dia membawanya keluar dan berfirman, ‘Lihatlah ke langit dengan seksama, dan hitunglah bintang-bintang itu seandainya engkau dapat menghitungnya. Dan Dia berfirman kepadanya, Demikianlah kelak keturunanmu' (Kejadian 15:5). Yang berikutnya hanyalah menyatakan bahwa: 'Lalu percayalah dia kepada YAHWEH dan Dia memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran' (Kejadian 15:6). Nampaknya itu terlalu mudah – Abraham hanya berpegang pada janji Tuhan, dan karena ia percaya kepada Tuhan, ia dibenarkan di hadapan Tuhan. Ia tidak harus berdoa beberapa kali sehari, berpuasa berbulan-bulan, pergi berziarah atau menyumbangkan sejumlah besar uang kepada orang miskin untuk mendapatkan perkenanan Tuhan. Ia hanya percaya pada janji Tuhan dan langsung ditempatkan pada tempat yang dekat dengan Tuhan.

Namun demikian imannya harus diuji berulangkali. Bertahun-tahun berlalu dan tidak terjadi apa-apa. Sarah istrinya, yang tidak pernah dapat melahirkan anak dan semakin hari semakin menjadi tua, mengatakan padanya untuk mendapatkan keturunan melalui Hagar budaknya (Kejadian 16:2). Ketika Ismail lahir, Abraham yakin bahwa dialah ahli waris yang dijanjikan Tuhan. Tetapi 13 tahun kemudian ketika Abraham berusia 99 tahun dan Sarah yang telah berusia 90 tahun masih mandul, Tuhan berkata kepadanya: 'Dan Aku telah memberkatinya dan Aku juga telah memberikan kepadamu seorang anak laki-laki daripadanya, dan Aku telah memberkatinya, dan dia akan menjadi bangsa-bangsa; raja-raja banyak bangsa berasal daripadanya' (Kejadian 17:16). Pada mulanya Abraham menertawakan kemungkinan itu, tapi kemudian ia menyadari bahwa Ismail bukanlah anak perjanjian. Maka ia berseru kepada Tuhan 'sekiranya Ismail dapat hidup di hadapan-Mu!' Tetapi Tuhan menjawab: '...Sara, istrimu, pasti akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau harus memanggil namanya Ishak, dan Aku telah membangun perjanjian-Ku dengannya, untuk suatu perjanjian yang kekal bagi keturunannya sesudah dia' (Kejadian 17:18-19).

Ketika Ishak akhirnya dilahirkan, Sarah menuntut agar Abraham mengusir Hagar dan Ismail. Sang patriarkh ini sangat tertekan, tetapi Tuhan berpihak pada keinginan Sarah, dan menasehati Abraham pada saat yang sama bahwa Ia tetap akan membuat keturunannya menjadi bangsa yang besar. Abraham tetap diuji dengan berat ketika ia menyadari bahwa Ismail telah ditolak oleh Tuhan. Ketika Ismail berusia 14 tahun ia dibuang ke padang belantara.

Bilamana Abraham melihat putranya yang kedua, setidaknya ia yakin bahwa inilah anak yang telah dijanjikan. Ia menantikan hari dimana Ishak akan bangkit sebagai penggenapan janji Tuhan bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa. Tetapi, ketika Ishak telah mencapai usia yang hampir sama dengan Ismail ketika ia dibuang, Tuhan akhirnya berbicara kepada sang patriarkh sekali lagi. 'Abraham!' tiba-tiba Ia memanggil (Kejadian 22:1). Abraham menjawab dengan segera, berharap untuk mendengar Tuhan menegaskan betapa anaknya akan menjadi berkat untuk generasi mendatang. Namun Tuhan berkata padanya: 'Dan Dia berfirman, bawalah sekarang anak laki-lakimu yang tunggal, yang engkau kasihi, yakni Ishak, dan pergilah engkau ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia disana sebagai persembahan bakaran di atas salah-satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu' (Kejadian 22:2). (Qur’an mencatat insiden ini tapi tidak menyebutkan atau mengidentifikasi anak yang akan dikurbankan – Sura 37:102. Namun demikian, Qur’an mengkonfirmasi bahwa garis nubuwwah – kenabian, dan kitab, akan mengikuti garis keturunan Ishak – Sura 29:27).

Ini adalah ujian yang jauh lebih berat bagi sang patriarkh. Ketika Ismail mulai menjadi seorang pemuda, Tuhan mengatakan pada Abraham untuk menolaknya, tapi sekarang, saat Ishak mencapai saat yang menentukan dalam hidupnya, Tuhan berkata pada Abraham untuk membantai anaknya itu! Ini adalah ujian terbesar terhadap kasih seorang manusia kepada Tuhan – mempersembahkan anaknya sendiri kepada Tuhan. Jika ia tidak menyayangkan anaknya sendiri, tentu ia akan memberikan pada-Nya semua yang ia miliki (bandingkan dengan Roma 8:32). Itu adalah persembahan terbaik yang dapat diberikan manusia kepada Tuhan.

Tetapi Abraham masih akan menghadapi ujian yang jauh lebih dahsyat lagi. Tuhan telah berjanji padanya bahwa ia akan mempunyai keturunan sebanyak bintang di langit melalui Ishak anaknya itu. Bagaimana mungkin janji ini dapat digenapi jika ia harus mengurbankan anaknya sebagai kurban bakaran? Abraham pasti telah membayangkan kejadiannya – anaknya dikremasi hingga menjadi debu setelah ia dikurbankan, dan datanglah angin lalu meniup abu jenazah anaknya itu, dan ia membayangkan dirinya dalam kesedihan besar 'janji Tuhan sudah hilang oleh tiupan angin'.

Namun demikian, saat ini Abraham telah jauh melewati tahap sekadar tunduk kepada kehendak Tuhan tanpa bertanya apa-apa. Ketika Tuhan, pada suatu peristiwa belum lama dari kejadian ini, telah mengancam untuk menghancurkan kota Sodom dan Gomora oleh karena kejahatan mereka, sang patriarkh keberatan: 'Lalu Abraham datang mendekat dan berkata, "Apakah Engkau juga akan membinasakan orang benar bersama orang jahat? Seandainya ada limapuluh orang benar di tengah-tengah kota itu, apakah Engkau juga akan membinasakan dan tidak memperdulikan tempat itu demi kelimapuluh orang benar yang ada di tengah-tengahnya? Jauhlah kiranya dari Engkau untuk melakukan hal seperti demikian, yaitu untuk menghukum mati orang benar bersama orang durhaka, dan seolah-olah orang benar menjadi sama dengan orang durhaka; jauhlah kiranya dari Engkau. Apakah yang menghakimi seluruh bumi tidak akan memberlakukan keadilan?"' (Kejadian 18:23-25).

Bagaimana bisa seorang nabi mempertanyakan keputusan Tuhan? Ini bukanlah sikap menundukkan diri dengan kerendahan. Tetapi Tuhan menghormatinya, bahkan akhirnya berjanji untuk tidak menghancurkan kota-kota itu jika ada 10 orang benar ditemukan disana. (Namun ternyata tidak ada, hanyalah Lot dan kedua putrinya yang akhirnya diselamatkan dari penghancuran itu).

Masih ada lebih banyak lagi yang dapat dilihat. Abraham meminta Tuhan untuk jujur pada diri-Nya sendiri. Sambil percaya bahwa Tuhan itu setia, ia menaruh seluruh imannya dalam kesetiaan Tuhan. 'Semua perkataan Tuhan adalah benar' kata Alkitab (Amsal 30:5), dan Abraham menghadapi perintah untuk mengurbankan anaknya dengan dilema yang sama. Bagaimanakah janji Tuhan dapat digenapi jika ia harus mengurbankan Ishak? Mungkin saja ia berkata kepada dirinya sendiri: "Aku tidak tahu, tapi tak apalah. Tuhan telah memerintahkan aku untuk membunuhnya, maka aku akan melakukannya. Tanpa bertanya-tanya aku akan tunduk kepada kehendak-Nya. Masalah janji yang tidak digenapi adalah masalah Dia, bukan masalahku."

Tetapi Abraham tidak berkata demikian. Ia tahu bahwa imannya, yang telah memberinya kebenaran di hadapan Tuhan, hanyalah sebuah refleksi dari kesetiaan Tuhan. Matahari memberikan sinarnya yang sangat terang. Bulan tidak dapat melakukan sesuatu yang lebih selain dari memantulkannya, tetapi saat bulan berhadapan dengan matahari, ia memantulkan cahaya matahari dengan sepenuhnya. Singkirkanlah bulan, maka akan terlihat bahwa cahaya matahari yang berkilauan itu sama sekali tidak terpengaruh oleh hilangnya bulan, namun jika matahari yang disingkirkan maka bulan sama sekali tidak akan bersinar. Jadi Tuhan menyinarkan kesetiaan sama seperti matahari yang memberikan cahayanya, tetapi iman Abraham bagaikan cahaya bulan – tidak lebih dari sekadar sebuah refleksi dari kesetiaan Tuhan yang penuh kemuliaan.

Namun Abraham berpegang kepada iman seperti itu. Sama seperti Habel, ia terus mengikuti satu-satunya agama sejati di dunia: 'iman yang sejati, dan juga seperti halnya Habel ia mengakuinya bahwa dengan iman, ketika diuji, Abraham telah mempersembahkan Ishak, dia yang mempersembahkan anak tunggalnya yang telah menerima janji-janji itu pula, yang tentangnya telah dikatakan, 'Di dalam Ishaklah, benihmu akan disebutkan', karena menganggap bahwa Elohim itu sanggup untuk membangkitkan pula dari antara yang mati, dari sanalah juga secara kiasan dia telah menerimanya kembali' (Ibrani 11:17-19).

Tuhan menghormati Abraham dan mengembalikan anaknya kepadanya. Ia telah lulus dari ujian maha berat. Ia telah dengan rela hati mengembalikan berkat terbesar dalam hidupnya kembali kepada Tuhan, anak kandungnya satu-satunya, dan dengan ini ia menyempurnakan imannya, sambil percaya kepada Tuhan bahwa Tuhan akan menggenapi janji-Nya kepadanya dengan menghidupkan kembali anaknya. Untuk hal ini Abraham menerima sebuah gelar istimewa. Ia disebut Sahabat Tuhan. Yosafat, seorang raja Yehuda yang hidup benar berabad-abad lalu berdoa kepada Tuhan: 'Bukankah Engkau Elohim kami? Engkau menghalau penduduk negeri ini dari depan umat-Mu, Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu selama-lamanya' (2 Tawarikh 20:7). Tuhan sendiri pernah berkata mengenai bangsa Israel sebagai 'keturunan Abraham, sahabatku' (Yesaya 41:8). Yakobus, seorang murid Yesus dan saudara kandungnya, juga menulis tentang iman Abraham dan menambahkan 'ia disebut sahabat Tuhan' (Yakobus 2:23).

Qur’an mengkonfirmasi gelar itu: 'Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya' (Sura 4:125). Kata bahasa Arab yang digunakan disini adalah khalilan, 'seorang sahabat', dan oleh karena itu dalam Islam Abraham telah dikenal sebagai khalilullah, Sahabat Tuhan. Namun demikian, Qur’an tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.

Bagaimanapun, menurut catatan Alkitab, kita dapat melihat lebih banyak mengenai apa sebenarnya iman yang sejati itu. Tuhan ingin mempunyai hubungan yang hidup dengan umat-Nya. Ia lebih menginginkannya daripada ketaatan yang ketat terhadap rutinitas keagamaan, pelaksanaan seremoni-seremoni dan pengulangan pembacaan doa-doa, berapa kali harus berdoa, dan sebagainya. Dalam pembahasan kita selanjutnya hal ini akan menjadi lebih jelas. Namun saat ini, marilah kita memperhatikan simbol pengakuan Abraham – iman yang sejati. Tuhan tidak dengan keras memproyeksikan kebenaran-Nya kepadanya, mengharapkannya untuk merespon dengan kebenaran sempurna dan ketaatan terhadap semua tuntutan-Nya. Tak peduli betapa religius, saleh, atau mengabdinya seseorang, ia tidak dapat mengimbangi kebenaran Tuhan yang sempurna. Dosanya akan menariknya turun jauh ke bawah.

Tuhan memilih untuk memproyeksikan kesetiaan-Nya kepada Abraham dan bersukacita ketika nabi-Nya berespon secara konsisten dengan iman, dan akhirnya menyempurnakannya ketika ia diperintahkan untuk mengurbankan anaknya sebagai persembahan. Kita akan lebih banyak membicarakan hal itu ketika kita tiba pada klimaks yang telah kita sebutkan sebelumnya. Kita akan melihat bagaimana persembahan iman Abraham hanyalah merupakan bayangan dari persembahan kasih Tuhan yang masih akan dinyatakan. Namun untuk saat ini, marilah kita belajar dari patriarkh besar berikutnya dalam sejarah Israel, yaitu Musa, dan melihat bagaimana rencana dan tujuan-tujuan Tuhan untuk umatNya terus berkembang dan bertumbuh.

Musa: Orang yang melihat Tuhan muka dengan muka

Lebih dari 400 tahun telah berlalu sebelum Tuhan bergerak lagi untuk berkomunikasi secara langsung dengan umat-Nya. Setelah 40 tahun kejayaannya sebagai seorang pangeran di Mesir, dan 40 tahun lagi di padang gurun Sinai sebagai seorang buronan, Musa tiba-tiba mendapati dirinya berhadapan muka dengan Tuhan orang Israel. Tuhan memanggilnya untuk membebaskan bangsa itu dari pemerintahan Firaun, dan setelah satu seri tulah yang akhirnya mematahkan pertahanan orang-orang Mesir, Musa memimpin bangsa itu ke padang gurun yang sama menuju ke tanah yang dijanjikan, yaitu Kanaan.

Sebuah kecenderungan yang jelas sedang berkembang saat hubungan Tuhan dengan umat-Nya semakin mendalam. Habel telah mempersembahkan darah domba miliknya sebagai korban penebusan, ini merupakan bayangan akan pengorbanan yang lebih besar yang masih akan datang. Abraham rela mempersembahkan anaknya, Ishak, sebagai sebuah tanda dari persembahan yang lebih besar lagi yang akan terjadi. Kini umat Israel diperintahkan untuk melaburkan darah domba yang mereka kurbankan di pintu-pintu rumah mereka. Iman yang sejati mulai mewujudkan dirinya sendiri. Pengharapan umat Tuhan yang sejati, sepenuhnya mempercayai kemurahan-Nya dan bukan religiositas mereka, semakin terfokus pada penumpahan darah Anak Domba Yahweh yang akan datang. Orang-orang percaya yang sejati mengetahui akan hal ini, dan menempatkan iman mereka dalam karunia penebusan Tuhan yang kelak akan dinyatakan dengan sepenuhnya.

Adegan terakhir dalam kisah yang terkenal ini harus dikisahkan kembali di sini. Firaun hanya menyerah ketika malaikat Tuhan membunuh anak-anak sulung dari semua keluarga di Mesir hanya dalam semalam. Yang terlepas dari tulah ini hanyalah orang-orang Israel yang menaati perintah Tuhan untuk mempersembahkan domba Paskah. Mereka telah diperintahkan untuk '...dan dari darah yang dari dalam pasu itu kamu harus melaburkannya pada ambang pintu dan pada kedua tiangnya' (Keluaran 12:22). Dan lebih jauh lagi mereka diperintahkan untuk 'memelihara hal ini sebagai ketetapan bagimu dan bagi anak-anakmu sampai selama-lamanya' (Keluaran 12:24). Malaikat maut kemudian akan melewati rumah mereka.

Tak lama setelah mereka keluar dari tanah Mesir, Tuhan memerintahkan Musa: '...Pergilah kepada umat itu dan sucikanlah mereka pada hari ini dan besok, dan mereka harus membasuh pakaiannya. Dan bersiap-siaplah pada hari ketiga; karena pada hari ketiga YAHWEH akan turun di depan mata seluruh umat itu di gunung Sinai' (Keluaran 19:10-11). Pada hari ketiga umat gemetar saat hadirat Tuhan bermanifestasi di atas gunung. Disana Tuhan berbicara secara langsung kepada bangsa itu, memberikan kepada mereka 10 Perintah yang kemudian menjadi tulang punggung hukum moral Yahudi. Itu adalah sebuah peristiwa yang unik, yang telah disiapkan Tuhan selama berabad-abad.

Musa tidak dikunjungi oleh malaikat yang bertindak sebagai mediator dari surga. Tuhan sendiri yang mendatangi sang nabi dan bangsa itu, mengekspresikan keinginan-Nya untuk berhubungan erat dengan umat Israel di kemudian hari. Untuk menyatakan kehadiran-Nya diantara mereka, Tuhan memerintahkan Musa untuk membuat sebuah tabut dengan tahta kemurahan di atasnya dan berkata: 'Maka Aku akan dapat ditemui olehmu di situ, dan Aku akan berbicara denganmu segala sesuatu yang akan Aku perintahkan kepadamu mengenai bani Israel, dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang ada pada tabut kesaksian' (Keluaran 25:22).

Bangsa itu mendapatkan bukti yang dapat dilihat bahwa Tuhan sendiri hadir diantara mereka. Apabila Musa memasuki kemah suci yang telah dibangunnya sebagai sebuah tabernakel dimana tabut itu ditempatkan, 'tiang awan itu akan turun dan berdiri di pintu kemah itu, dan berbicaralah Dia dengan Musa' (Keluaran 33:9). Ketika umat melihat awan itu, mereka bangkit dan menyembah. Kisah itu diakhiri dengan: 'Dan YAHWEH akan berfirman kepada Musa muka dengan muka, seperti ketika seseorang berbicara kepada temannya' (Keluaran 33:11). Musa sangat terharu karena Tuhan mau berhubungan secara langsung dengannya dan dengan umat dan memanifestasikan hadirat-Nya diantara mereka. Ia berkata kepada Tuhan: 'Apakah tidak dengan-Mu yang berjalan bersama kami sehingga kami, aku dan umat-Mu, dapat dibedakan dari segala bangsa yang diatas muka bumi ini?' (Keluaran 33:16).

Dengan lantang Musa berdoa: 'Aku mohon tunjukkanlah kepadaku kemuliaan-Mu. Dan Dia pun berfirman: "Aku akan menyebabkan seluruh kebesaran-Ku lewat di depanmu, dan Aku akan berseru dengan nama YAHWEH di depanmu. Dan Aku akan menunjukkan kemurahan kepada siapa yang akan Aku tunjukkan, dan Aku akan mengasihini kepada siapa yang akan Aku kasihani"' (Keluaran 33:18-19).

Dengan rasa hormat, bahkan pada tahap ini penyataan hadirat dan perkenanan Tuhan jauh melebihi segala sesuatu yang ada dalam Islam. Ada keintiman yang jauh lebih dalam, karunia dan kasih antara Tuhan umat milik-Nya sendiri, tetapi bahkan pada tahap ini hubungan antara Tuhan dan umat-Nya telah jauh melampaui pengharapan Muslim yang tertinggi. Tuhan sendiri terlihat hadir diantara mereka. Tiang awan yang adalah manifestasi istimewa dari kehadiran-Nya, melayang-layang di atas tahta kemurahan pada siang hari dan bersinar pada malam hari. Ketika awan itu bergerak, bangsa itu tahu bahwa mereka harus mengikutinya dan tinggal dekat dengan Tuhan karena Ia berdiam diantara umat-Nya.

Ketika Musa turun dari gunung Sinai dengan 2 loh batu yang bertuliskan 10 perintah, yang ditulis oleh Tuhan sendiri, 'Musa tidak mengetahui bahwa kulit wajahnya telah bercahaya pada saat percakapan-Nya dengan dia' (Keluaran 34:29). Ketika ia selesai berbicara dengan Tuhan, 'bani Israel melihat wajah Musa bahwa kulit wajah Musa bercahaya' (Keluaran 34:35). Qur’an mengkonfirmasi hubungan langsung dan unik antara Tuhan dan Musa: 'Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung' (Sura 4:164). Qur’an tidak berbicara lebih jauh lagi, tetapi mengkonfirmasi adanya hubungan istimewa diantara keduanya. Kisah Musa di dalam Alkitab diakhiri dengan kalimat: 'Dan tidak pernah ada nabi seperti Musa yang bangkit di Israel, yang YAHWEH kenal dengan berhadapan muka' (Ulangan 34:10).

Abraham disebut sahabat Tuhan. Musa berbicara dengan Tuhan muka dengan muka seperti orang yang berbicara kepada temannya. Disini kita melihat tujuan agung Tuhan semakin dinyatakan. Hadirat Tuhan dimanifestasikan secara dekat sehingga wajah Musa bercahaya ketika ia berbicara kepada-Nya. Tuhan melangkah jauh melampaui ketaatan melakukan kewajiban agama. Keinginan-Nya yang tertinggi adalah agar umat-Nya berhubungan secara pribadi dengan-Nya dan pengenalan secara langsung akan Dia semakin bertambah seiring berjalannya waktu.

Sayangnya, kehadiran Tuhan secara langsung membawa ketegangan yang berkepanjangan dan konflik antara Tuhan dengan umat Israel. Berulangkali mereka tidak percaya dan memberontak pada-Nya. Sejak permulaan, ketika Tuhan memanggil bangsa itu untuk mendengarkan perkataan-Nya dan menerima ke-10 perintah-Nya, umat berkata kepada Musa: 'Berbicaralah engkau kepada kami, dan kami akan mendengarkan. Dan jangan biarkan Elohim berbicara kepada kami agar kami tidak mati' (Keluaran 20:19). Kemudian Musa naik ke atas gunung untuk berunding dengan Tuhan selama 40 hari. Mereka membuat patung anak lembu emas dan menyembahnya, dengan sengaja melanggar semua perintah dengan segala daya mereka untuk mengatakan kepada-Nya apa yang mereka pikirkan mengenai Dia.

Kemarahan Tuhan memuncak di dalam diri-Nya. Berulangkali Ia mengancam akan menghancurkan mereka. 'Aku telah melihat bangsa ini; dan sungguh inilah bangsa yang tegar tengkuk. Dan sekarang tinggalkanlah Aku sendirian, dan biarlah murka-Ku tersulut terhadap mereka' (Keluaran 32:9-10). Tuhan yang pemurah dan benar diantara umat yang tidak kudus dan fasik – konflik itu tidak terhindarkan. Bangsa itu tidak ingin mendekat kepada Tuhan. Oleh karena ketidakpercayaan mereka Ia membiarkan mereka berkelana dengan hanya sedikit makanan dan air selama 40 tahun di padang gurun. Walaupun Ia sangat mengasihi mereka, mereka sama sekali tidak ingin mendekat pada-Nya. Ketika hidup berdampingan secara dekat dengan mereka, keberdosaan mereka dan kebebalan hati mereka dengan keras bertentangan dengan kebenaran dan kekudusan-Nya.

'Dan sekarang, hai Israel, apakah YAHWEH, Elohimmu, telah meminta sesuatu darimu selain takut akan YAHWEH, Elohimmu, dengan hidup menurut segala jalan-Nya, dan dengan mengasihi Dia, dan dengan melayani kepada YAHWEH, Elohimmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dengan memelihara perintah-perintah YAHWEH dan ketetapan-ketetapan-Nya, yang aku perintahkan kepadamu pada hari ini agar baik bagimu' (Ulangan 10:12-13). Disini Musa menyatakan tujuan utama Tuhan – sebuah hubungan mutual yang berdasarkan pada kasih dan ketaatan kepada-Nya. Walaupun Ia memerintahkan berbagai bentuk seremoni religius dan kewajiban-kewajiban agama untuk senantiasa setidaknya memberikan cara penyembahan formal kepada-Nya, mereka berbalik menentang-Nya. Dari kedalaman hati mereka, mereka tidak ingin mendekat kepada-Nya dalam kemurnian, kejujuran, kesetiaan dan kasih. Secara sederhana, mereka lebih suka kembali kepada perbudakan yang dulu mereka alami di Mesir daripada hidup dengan iman dalam kesetiaan-Nya dan mengijinkan Roh-Nya untuk menguji kedalaman hati dan jiwa mereka.

Di satu sisi, setelah setiap hari makan manna yang Tuhan kirim untuk mereka dari surga, para penghasut yang ada di tengah-tengah mereka memiliki hawa nafsu rakus; dan bani Israel juga berbalik dan menangis serta berkata: 'Siapakah yang akan memberi kami makan daging? Kami ingat akan ikan yang kami makan di Mesir dengan cuma-cuma, akan mentimun dan semangka, juga bawang prei dan bawang merah serta bawang putih, tetapi sekarang selera kami kering. Tidak ada sesuatu apapun kecuali manna yang tampak' (Bilangan 11:4-6). Generasi-generasi berikutnya menghormati manna dengan devosi religius sebagai roti dari surga itu sendiri, tetapi orang Israel pada waktu itu hanya mengeluh kepada Musa 'kami jemu pada roti yang memuakkan ini' (Bilangan 21:5).

Ketika mereka telah memasuki tanah Kanaan, tiang awan di atas tahta kemurahan menghilang. Tidak ada lagi manna yang dikirim dari surga untuk mereka makan setiap hari. Tuhan dapat melihat bahwa mereka tidak mampu menandingi atau merefleksikan kebenaran-Nya dan hanya dapat menerima murka dan penghakiman jika ia terus memanifestasikan hadirat-Nya dengan sangat jelas pada mereka. Maka ia membiarkan bangsa itu pergi, Ia tetap tinggal diantara umat-Nya, tetapi menarik hadirat-Nya dari mata jasmani mereka untuk menghindarkan konflik muka dengan muka lebih lanjut lagi. Dengan sabar Tuhan memperhatikan dan menunggu generasi-generasi berikutnya datang dan pergi. Beberapa abad kemudian Tuhan kembali membuat hadirat-Nya dirasakan diantara orang Israel. Seseorang bangkit dengan kasih yang menyala-nyala kepada Tuhan, seorang yang kuat yang dapat mempersatukan bangsa itu, dan Tuhan bergerak untuk berhubungan dengannya karena pengharapan-Nya bagi bangsa itu akan mulai terwujud.

Daud: seorang yang ada dalam hati Tuhan

Ketika Daud menjadi raja Israel, Tuhan berkata: 'Aku telah menemukan Daud, anak Isai, seorang yang sesuai dengan hati-Ku, yang akan melakukan segala kehendak-Ku' (Kisah Para Rasul 13:22). Ia tidak sedang berbicara mengenai religiositas Daud, penampilan luar, atau penghormatan kepada hari-hari raya agama, Ia sedang berbicara mengenai manusia batinnya – jiwanya yang benar, kasih kepada Tuhan, karakter yang murni, ketulusan pribadi dan iman yang dalam. Daud mengekspresikan pengabdiannya kepada Tuhan dalam banyak mazmur yang ditulisnya. Ia adalah seorang yang mempunyai kelemahan dan kegagalan yang besar, namun di balik semua ini ia merindukan Tuhan dan senantiasa mengarahkan hatinya kepada-Nya. Ia berdoa: 'Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau ya Elohim. Jiwaku haus kepada Elohim, kepada Elohim yang hidup' (Mazmur 42:2-3).

Dalam lagu pujian lainnya, Daud menyatakan: 'Aku mengasihi-Mu ya YAHWEH kekuatanku. YAHWEH adalah batu karangku, dan bentengku dan penyelamatku, Elohimku batu karangku, aku berlindung pada-Nya, perisaiku dan tanduk keselamatanku, menaraku yang tinggi. Aku akan berseru kepada YAHWEH, yang layak dipuji, maka aku diselamatkan dari musuh-musuhku' (Mazmur 18:2-4). Ia tidak sedang membaca dari sebuah buku doa, ia sedang mengekspresikan kedalaman keyakinannya kepada Tuhan. Ia mengetahui bahwa iman yang sejati berasal dari dalam jiwa yang berpaling kepada Tuhan. Ia tidak memproyeksikan penampakan luar kesalehannya kepada dunia di sekitarnya sedangkan di dalam dirinya ia tidak bersih. Ia rindu menjadi murni dalam pikirannya, perkataannya dan perbuatannya. Ia berseru: 'Selidikilah aku ya Elohim, dan kenalilah hatiku; ujilah aku dan ketahuilah pikiranku; dan lihatlah apakah ada jalan yang jahat dalam diriku; dan bimbinglah aku di jalan yang kekal' (Mazmur 139:23-24).

Ketika ia benar-benar gagal ia menguji hatinya dan berdoa: 'Lihatlah Engkau menyukai kebenaran di dalam batin; dan di dalam bagian yang tersembunyi Engkau menyatakan hikmat kepadaku' (Mazmur 51:8). Dan ia terus memohon: 'Ya Elohim ciptakanlah bagiku hati yang bersih, dan baruilah dalam diriku roh yang diteguhkan. Jangan membuang aku dari hadirat-Mu, dan jangan mengambil Roh-Mu yang kudus daripadaku. Pulihkanlah padaku sukacita keselamatan-Mu, dan topanglah aku dengan roh kerelaan' (Mazmur 51:12-14).

Sikap rendah hati yang sejati di hadapan Tuhan juga muncul saat doanya berlanjut: 'Kurban bagi Elohim adalah roh yang remuk, hati yang remuk dan patah ya Elohim, tidaklah Engkau pandang hina' (Mazmur 51:19). Daud dipilih untuk memimpin Israel karena hatinya lurus di hadapan Tuhan. Ia memahami iman yang sejati. Ia tahu bahwa iman yang sejati adalah keinginan untuk mengejar pembaharuan batin, suatu tanggapan kepada kesetiaan Tuhan yang sempurna. Ketika Tuhan memerintahkan Samuel untuk mengurapi Daud menjadi raja Israel, Ia berkata kepadanya: 'Sebab manusia tidak melihat apa yang Dia lihat. Sebab manusia memandang penampilan lahiriah, tetapi YAHWEH memandang hati' (1 Samuel 16:7). Daud mengetahui dan memahami hal ini.

Selama hidupnya Daud berjuang untuk mempersatukan bangsa Israel dalam penyembahan kepada satu Tuhan yang benar. Ketika ia dapat beristirahat setelah mengalahkan musuh-musuhnya, Daud berkata kepada nabi Natan: 'Lihatlah sekarang aku tinggal di sebuah rumah yang terbuat dari kayu aras, dan tabut Elohim ditempatkan dalam kemah. Lalu Natan berkata kepada raja, Semua yang ada dalam hatimu, pergi, berbuatlah! Sebab YAHWEH akan bersamamu' (2 Samuel 7:2-3). Daud mengusulkan untuk membangun rumah yang besar bagi Tuhan, untuk membawa orang Israel senantiasa bersama-sama menyembah Tuhan dimana kemuliaan-Nya berdiam. Tetapi Tuhan mengatakan kepada Natan untuk berbicara kepada Daud dan berkata: 'Apabila umurmu sudah genap dan engkau berbaring bersama dengan leluhurmu, maka Aku akan membangkitkan benihmu sesudah engkau, yang akan keluar dari kandung benihmu, dan Aku akan mengukuhkan kerajaannya. Aku akan menjadi Bapa baginya dan dia akan menjadi anak bagi-Ku' (2 Samuel 7:12-14). Tuhan mengatakan padanya bahwa anaknya akan membangun rumah yang dia usulkan dan mengakhiri dengan janji: 'Dan keluargamu serta kerajaanmu akan dikukuhkan di hadapanmu selamanya. Tahtamu akan dikukuhkan untuk selamanya' (2 Samuel 7:16).

Sebagaimana Tuhan telah menjanjikan seorang anak kepada Abraham, Kini Ia juga berbuat yang sama kepada Daud. Salomo adalah anak yang dijanjikan dan setelah kematian ayahnya ia bersiap untuk membangun bait suci Yahudi yang pertama. Dalam generasi-generasi berikutnya, orang Israel menyadari bahwa Salomo adalah anak yang dijanjikan. Nubuat juga berbicara mengenai seorang Putra yang masih akan datang. Tuhan telah meyakinkan Daud bahwa anak yang dijanjikan akan memerintah atas kerajaannya untuk selamanya. Ketika Salomo wafat orang mulai menyadari bahwa nubuat itu hanya akan digenapi sepenuhnya ketika Putra Daud yang lebih besar tiba dan mereka menantikan hari itu. Tuhan telah mengatakan kepada Daud bahwa putra Daud yang lebih besar yang akan datang adalah putra kandungnya sendiri. Tuhan juga menambahkan bahwa 'Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku'.

Nubuat ini ditemukan dalam kitab suci orang Yahudi (Perjanjian Lama), bukan dalam kitab-kitab orang Kristen yang muncul kemudian. Sama seperti orang Muslim, orang Yahudi tidak pernah percaya bahwa Tuhan mempunyai Anak, tapi disini, dalam salah-satu kitab mereka sendiri (2 Samuel) yang dihormati sebagai Firman Tuhan oleh semua orang Yahudi dari generasi ke generasi sejak kitab itu ditulis, janji Tuhan bahwa anak-Nya sendiri akan datang ke dalam dunia untuk menegakkan kerajaan-Nya yang abadi dengan jelas dinubuatkan. Janji itu ditegaskan dalam bagian lain dalam kitab suci: 'Dia akan berseru kepada-Ku, ya Bapaku, Engkaulah Elohimku, dan gunung batu keselamatanku. Dan Aku akan menjadikannya anak sulung, lebih tinggi daripada raja-raja di bumi. Untuk selamanya Aku akan memelihara baginya kebaikan-Ku dan perjanjian-Ku yang diteguhkan kepadanya. Dan aku telah menetapkan keturunannya selamanya, dan tahtanya seperti umur langit' (Mazmur 89:27-30). Kutipan ini juga berasal dari kitab-kitab inti yang lain dari Kitab Suci Yahudi, yang ditulis seribu tahun sebelum kekristenan dimulai.

Keduanya menjanjikan seorang anak yang akan datang, kepada Abraham dan Daud, yang akan datang tiba-tiba tanpa disangka-sangka atau diantisipasi. Ketika anda membaca Kitab Suci Yahudi anda akan terpesona melihat betapa dahsyatnya kedua nubuat itu karena apa yang ada di depan mata mereka tidak mereka sadari sebagai petunjuk akan apa yang akan datang. Tuhan memilih satu saat yang tepat untuk menyampaikan hal-hal yang akan datang sebagai tujuan-Nya untuk umat manusia dan rencana penebusan yang akan diungkapkan-Nya.

Ketika Salomo telah menyelesaikan pembangunan Bait Suci dan para imam keluar dari dalamnya setelah menempatkan tabut perjanjian di ruang maha kudus: 'awan memenuhi bait YAHWEH, dan para imam itu tidak dapat berdiri untuk melayani oleh karena awan itu, sebab kemuliaan YAHWEH telah memenuhi bait YAHWEH' (1 Raja-raja 8:10-11). Sekali lagi Tuhan memanifestasikan hadiratNya di depan mata bangsa itu seperti yang telah dilakukan-Nya ketika Musa telah menyelesaikan pembangunan tabernakel di padang belantara. Islam tidak mempunyai apapun yang dapat dibandingkan dengan hal ini.

Selama 40 tahun, saat orang Israel berkelana di padang gurun oleh karena ketidakpercayaan mereka, bangsa itu diambil dari lingkungannya yang subur dan tidak diberikan apa-apa selain manna untuk dimakan dan air minum. Orang-orang bersungut di bawah tekanan Tuhan saat Tuhan menguji mereka dengan keras untuk melihat apakah mereka akan setia kepada-Nya atau tidak. Ia memproyeksikan kebenaran-Nya dengan kuat pada mereka, ketika mereka tidak menaati-Nya, Ia langsung bereaksi dengan mengirim tulah dan api ke perkemahan mereka.

Namun kini, Tuhan memberikan bangsa itu 40 tahun kedamaian dan kesejahteraan yang tidak ada bandingnya. Kali ini Ia membiarkannya, Ia bersukacita karena perjanjian yang telah dibuat-Nya dengan Musa akhirnya akan terwujud. Harapan-Nya terhadap bangsa itu telah memuncak dan Ia mengijinkan mereka untuk mengalami sukacita besar. Bahkan musuh-musuh Israel berdamai dengan Israel. Ini adalah masa keemasan, sebuah simbol damai dan kemuliaan surgawi yang akan datang. 'Dan raja membuat perak di Yerusalem seperti banyaknya batu-batu, dan dia membuat pohon aras seperti pohon ara yang ada di dataran rendah banyaknya' (1 Raja-raja 10:27).

Sayangnya bulan madu tidak berlangsung lama. Salomo gagal untuk memfokuskan imannya kepada Tuhan dan berpaling kepada kehebatan materi. Ia menikahi wanita-wanita asing yang memperkenalkan kebiasaan penyembahan berhala kepada bangsa itu. Salomo 'telah berpaut kepada mereka dengan cinta' (1 Raja-raja 11:2). Ketika ia menjadi tua, istri-istrinya 'membelokkan hatinya kepada ilah-ilah lain, dan hatinya tidak sepenuhnya berpaut kepada YAHWEH, Elohim, seperti Daud ayahnya' (1 Raja-raja 11:4). Setelah kematian Salomo, bangsa itu segera terbagi menjadi dua karena orang Yehuda mengikuti Rehabeam, anak Salomo, sebagai raja mereka, sedangkan suku-suku Israel di utara mengikuti Yerobeam yang menempatkan dua patung anak lembu emas di Dan dan Bethel untuk mengalihkan orang dari menyembah Tuhan di Yerusalem (1 Raja-raja 12:28-29).

Tuhan berkata kepada Yerobeam: 'engkau telah melakukan yang jahat lebih dari semua orang yang mendahului engkau dan telah pergi dan membuat bagimu ilah lain dan patung-patung tuangan sehingga membangkitkan amarah-Ku, bahkan engkau telah membelakangi Aku' (1 Raja-raja 14:9). Sederetan raja-raja jahat memimpin suku-suku Israel dalam semua bentuk penyembahan berhala dan kejahatan. Sejarah Yehuda juga memprihatinkan – beberapa rajanya seperti Ahaz sama jahatnya dengan raja-raja Israel sementara yang lainnya seperti Yosafat tetap menjaga umat itu setia kepada Tuhan, tetapi tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Yehuda untuk juga mengalami kejatuhan dan membuat Tuhan sangat marah.

Harapan-Nya untuk bangsa itu telah sirna. Ia sangat murka pada mereka. Bisa saja Ia memanggil Israel dan semua bangsa di dunia, yang telah lama meninggalkan penyembahan kepada Tuhan untuk menjalani hari penghakiman terakhir. Tetapi Ia tidak melakukannya. Tuhan yang maha setia, yang kasih-Nya kepada umat-Nya juga telah memuncak, mempertimbangkan kemungkinan untuk membawa umat-Nya ke dalam hubungan pribadi yang lebih mendalam dengan-Nya. Ia mencari alternatif lain selain penghukuman. Apa yang harus dilakukan-Nya – menghakimi atau menebus? Kasih-Nya yang membara membuat-Nya memilih penebusan, tapi tidak setelah mempertimbangkan dengan mendalam harga yang Ia sendiri harus bayar untuk mencapai tujuan-Nya.

Yeremia dan Yehezkiel; janji mengenai ikatan perjanjian yang baru

Tidak kurang dari 17 dari 39 kitab dalam kitab suci Yahudi berasal dari jaman Salomo dan Daud. Tulisan-tulisan pada jaman ini, kecuali kitab Yunus, semuanya adalah kitab-kitab para nabi. Kitab-kitab itu penuh dengan nubuat mengenai masa depan dan fokus pada wahyu Tuhan yang lebih meluas dan klimaks menuju puncaknya. Namun beberapa kutipan dari kitab-kitab itu menunjukkan betapa dalamnya kemarahan Tuhan terhadap umat-Nya yang secara konsisten terus menolak Dia pada waktu itu.

'Murka-Ku menyala-nyala terhadap yang menggembala, dan Aku akan memberi hukuman' (Zakharia 10:3). Kemudian Ia berkata: 'Celakalah mereka, karena mereka telah melarikan diri dari pada-Ku! Binasalah mereka, karena mereka telah memberontak melawan Aku. Meskipun Aku hendak menebus mereka, mereka masih berdusta melawan Aku' (Hosea 7:13). Sekali lagi Ia mengatakan: 'Sebab Aku telah mengetahui betapa sering pelanggaranmu, dan betapa banyak dosamu...Aku membenci, Aku memandang rendah hari-hari rayamu dan Aku tidak akan senang dengan pertemuan-pertemuan khidmatmu' (Amos 5:12,21).

Namun bukan saja kemarahan yang membuat Tuhan berbicara dengan sangat keras, tapi juga duka mendalam karena bangsa yang telah dipilih-Nya dan kasihi dengan sangat mendalam telah dengan dinginnya menyingkirkan-Nya seperti yang kita lihat berikut ini: 'Seperti buah-buah anggur di padang belantara Aku telah menemukan Israel; seperti buah sulung pertama di pohon ara Aku telah melihat nenek moyangmu. Mereka telah datang ke Baal Peor dan mengabdikan diri kepada kehinaan. Dan mereka telah menjadi kebencian sama seperti kecintaannya' (Hosea 9:10). Oleh karena itu Tuhan berkata: 'Oleh karena kejahatan perbuatan-perbuatan mereka, Aku akan menghalau mereka keluar dari rumah-Ku. Aku tidak akan mengasihi mereka lagi. Semua pemimpin mereka adalah pemberontak' (Hosea 9:15).

Tetapi di antara kedua kutipan ini, yang hanya merupakan suatu seleksi dari sejumlah pernyataan penghukuman, ada sejumlah besar teks yang sama dimana Tuhan mengumumkan kasih-Nya yang membara untuk umat-Nya dan keinginanNya untuk menebus mereka. 'Dan Aku akan memperkuat kaum Yehuda, dan Aku akan membuat kaum Yusuf selamat, dan Aku akan membawa mereka pulang kembali, karena aku berbelas-kasihan kepada mereka. Dan mereka akan menjadi seperti yang tidak pernah Ku-tolak, karena Akulah YAHWEH, Elohim mereka, dan Aku akan menjawab mereka' (Zakharia 10:6). Sekali lagi Ia berkata: 'Hati-Ku telah berbalik di dalam diri-Ku; belas kasihan-Ku berkobar bersama. Aku tidak akan melaksanakan kepanasan murka-Ku; Aku tidak akan kembali untuk menghancurkan Efraim. Sebab Aku adalah Elohim dan bukan manusia, Yang kudus di tengah-tengahmu. Dan Aku tidak akan melanda ke dalam kota' (Hosea 11:8-9). Banyak ayat lainnya yang menunjukkan emosi Tuhan dari kedalaman hati-Nya dan yang menjadi semakin intensif. Ia mengasihi umat-Nya dan belaskasih-Nya kepada mereka telah tiba di titik yang menentukan, tetapi murka dan kemarahan-Nya terhadap dinginnya hati mereka juga telah memuncak.

Ini bukan hanya sekadar melempar koin dan mengundi siapa yang akan menang. Dalam keseluruhan Alkitab kita dapat menemukan bahwa sikap Tuhan terhadap dosa tidak dapat diubah. Ia tidak memandang dosa yang dibuat manusia tidak lebih dari kesalahan, kelalaian, atau kecerobohan yang dapat dengan mudahnya diampuni. Semua itu bertentangan dan menghina kekudusan-Nya. Sejak pertama kali Adam dan Hawa memberontak terhadap Tuhan, Ia telah mempelakukan keberdosaan manusia sebagai sebuah kondisi pemberontakan. Hal itu menunjukkan bahwa manusia tidak sungguh-sungguh mengasihi-Nya, bahwa hati mereka dingin terhadap-Nya, dan bahwa mereka sama sekali tidak berminat untuk memasuki suatu hubungan yang akrab dengan-Nya dimana Roh-Nya bebas untuk menyelidiki kedalaman diri mereka dan membersihkan jiwa mereka. Ketaatan kepada jadwal doa yang telah ditentukan, melaksanakan puasa, pengakuan formal akan ritual-ritual dan upacara-upacara agama tidak dapat mengkompensasikan hati yang dingin terhadap-Nya. Kesalehan beragama seperti itu juga tidak dapat membuktikan adanya ketaatan yang berasal dari dalam hati.

Ke-17 kitab yang ditulis pada masa krusial dalam sejarah Israel menunjukkan bagaimana perasaan Tuhan terhadap dosa manusia. Berikut ini adalah penilaian dasar Tuhan mengenai kondisi manusia: 'Hati yang penuh dusta melebihi semua yang sulit disembuhkan, siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku YAHWEH yang menyelidiki hati, dan menguji pikiran manusia, untuk membalas kepada setiap orang sesuai dengan tingkah-lakunya dan sesuai dengan hasil perbuatannya' (Yeremia 17:9-10). Dua kutipan lain dari kitab-kitab yang ditulis pada waktu itu menceritakan tentang kekudusan Tuhan yang sempurna dan menunjukkan mengapa dosa membuat Dia marah dan mengapa dosa tidak dapat dengan mudahnya diampuni: 'Elohim Yang Maha Kudus telah terbukti kudus dalam kebenaran' (Yesaya 5:16). Dan 'Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan tidak dapat memandang kelaliman' (Habakuk 1:13).

Alkitab menunjukkan bahwa walaupun Tuhan mempunyai banyak atribut (seperti yang disebutkan dalam ke-99 nama Tuhan yang ada dalam Islam), ada dua yang paling menonjol. Sifat dasar-Nya adalah benar, itu adalah inti dari keberadaan-Nya. Sikap dan tindakan berdosa bertentangan dengan kebenaran Tuhan dan seperti dalam banyak catatan yang menunjukkan hari-hari pertama hubungan Tuhan dengan manusia, dosa diikuti dengan penghukuman yang mengerikan. Satan dan para malaikatnya yang turut jatuh dibuang ke dalam jurang yang dalam dan tidak pernah diampuni atau dibebaskan (2 Petrus 2:4), semua anak sulung di Mesir dibunuh dalam semalam karena penolakan bangsa itu kepada Tuhan (Keluaran 12:29), sementara banyak orang Israel dibuang ke padang gurun ketika mereka menentang Musa dan menghina Tuhan (Bilangan 11:33, 16:35).

Karakter Tuhan yang berikutnya adalah kasih-Nya yang sangat dalam terpatri di dalam diri-Nya sehingga Alkitab mengumumkan 'Tuhan adalah kasih' (1 Yohanes 4:8). Namun sementara kebenaran-Nya adalah yang merupakan inti dari keberadaan-Nya dengan segera terlihat oleh mereka yang yang menghina-Nya di waktu-waktu lalu, kasih-Nya nampaknya memerlukan waktu untuk bertumbuh, berkembang dari kedalaman diri-Nya. Ini bukanlah kasih sayang yang bersifat natural bagi umat-Nya, namun sebuah hasrat mendalam untuk kesejahteraan terbaik mereka dengan tidak mempedulikan kejahatan mereka kepada-Nya. Ini adalah kasih yang kuat untuk dunia yang secara konsisten terbukti tidak bisa dikasihi. Pada masa Yeremia dan Yehezkiel hal itu sudah mencapai puncaknya, dan walaupun Tuhan menurut keadilan-Nya dapat menghukum semua manusia oleh karena keberdosaannya, tetapi Ia lebih memilih untuk mengekspresikan kepenuhan kasih-Nya kepada mereka, membuat suatu pernyataan yang sangat penting yang akan mempertajam sikap-Nya terhadap umat manusia sepanjang masa: 'Aku telah mengasihimu dengan kasih yang kekal, oleh karena itu Aku telah menarik engkau dengan kasih setia' (Yeremia 31:3). Setelah refleksi dan keputusan batin yang intens, Ia memutuskan untuk terus maju dan hampir saja mengumumkan bagaimana Ia berencana untuk mengubah hubungan antara Tuhan dengan manusia sepenuhnya dan membawa kedua belah pihak ke dalam sebuah cara yang baru, menyatukan mereka berdua dalam sebuah persekutuan yang sempurna, niat baik, pengenalan pribadi dan persahabatan mutual.

Tuhan mengatakan: 'Lihatlah, hari-hari itu tiba, firman YAHWEH, bahwa Aku akan mengikat suatu perjanjian baru dengan isi rumah Israel, dan dengan isi rumah Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah aku ikat dengan leluhur mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir, yang terhadap perjanjian-Ku itu mereka telah memutuskannya, walaupun Aku telah menjadi suami bagi mereka, firman YAHWEH. Tetapi ini akan menjadi perjanjian yang Aku ikat dengan isi rumah Israel, setelah hari-hari itu, firman YAHWEH, aku akan meletakkan torat-Ku di dalam batin mereka, dan Aku akan menuliskannya di dalam hati mereka, dan aku akan menjadi Elohim mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan masing-masing mereka tidak akan lagi mengajar sesamanya, dan seorang terhadap saudaranya, dengan mengatakan: Kenallah akan YAHWEH, karena mereka semua akan mengenal Aku, dari yang terkecil bahkan sampai yang terbesar, diantara mereka, firman YAHWEH, karena Aku akan mengampunkan kesalahan kepada mereka, dan tidak akan mengingat dosa-dosa mereka lagi' (Yeremia 31:31-34 – penekanan ditambahkan).

Janji ini tidak seperti biasanya – Tuhan memberikan umat-Nya sebuah motivasi ilahi dan kuasa dari dalam hati untuk menaati hukum-hukum-Nya yang kudus, membuka pintu untuk semua umat-Nya untuk mengenal-Nya secara pribadi, dan menjamin bahwa Ia akan mengampuni semua dosa mereka sekarang juga. Ini bukanlah akhirnya. Melalui nabi Yehezkiel Tuhan meneruskan: 'Aku juga akan memberikan kepadamu hati yang baru, dan Aku akan menaruh roh yang baru di dalam kamu. Dan Aku akan menjauhkan hati batu dari tubuhmu, dan Aku akan memberikan kepadamu hati daging. Aku akan menaruh Roh-Ku di dalam kamu, dan akan membuat engkau berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Ku, dan engkau akan memelihara peraturan-peraturan-Ku, dan melakukannya' (Yehezkiel 36:26-27). Dan Ia menambahkan: 'Dan mereka tidak akan dinajiskan lagi dengan berhala-berhala mereka atau ilah-ilah mereka yang menjijikkan, ataupun dengan segala pelanggaran mereka. Namun Aku akan melepaskan mereka keluar dari segala tempat tinggal mereka, yang didalamnya mereka telah melakukan dosa; dan Aku akan menahirkan mereka. Dan mereka akan menjadi suatu umat bagi-Ku' (Yehezkiel 37:23). Tidak seperti perjanjian yang pertama, dimana Tuhan secara konsisten telah memerintahkan umat-Nya dengan 'kamu harus' dan 'janganlah kamu', dan mewajibkan mereka untuk benar-benar menaati-Nya, kini Ia secara konsisten mengatakan 'Aku akan, Aku akan, Aku akan', sehingga mewajibkan diri-Nya sendiri untuk menjamin bahwa umat-Nya akan merespon dengan kesetiaan kepada-Nya. Iman yang Sejati telah mencapai puncaknya. Kesetiaan Tuhan telah melangkah sangat jauh – menjamin iman orang-orang yang mau berjalan memasuki pintu-Nya yang terbuka untuk masuk ke dalam hubungan pribadi yang lebih mendalam dengan-Nya.

Namun demikian, para malaikat di surga pasti bertanya-tanya, bagaimanakah Ia akan meneruskan undangan yang terbuka ini dan merekonsiliasi kebenaran-Nya yang sempurna yang berseberangan dengan keberdosaan manusia. Bagaimanakah kebenaran sempurna akhirnya dapat memberikan anugerah dan kemurahan sempurna? Bagaimana mungkin Tuhan memberikan sebuah jaman keemasan yang baru kepada umat-Nya yang adalah pendosa berat, memberikan mereka pengampunan sehingga mereka dapat hidup dalam hubungan yang sangat kudus dengan-Nya sejak sekarang dan mengenal-Nya dari kedalaman hati mereka? Pendek kata, bagaimana mungkin Roh Kudus Tuhan dapat berdiam dengan nyaman dalam hati manusia yang tidak kudus? Tuhan menjawab mereka: 'Aku akan menampilkan hamba-Ku, Sang Tunas, ...Aku yang akan menghapuskan kesalahan negeri itu dalam satu hari' (Zakharia 3:8-9 – penekanan ditambahkan).

Selama berabad-abad Ia telah merindukan umat-Nya untuk meresponi-Nya, mendekat kepada-Nya dan menaati perintah-Nya dari kedalaman hati mereka. Tetapi seiring dengan bertambahnya penolakan mereka, kasih-Nya bertumbuh hingga menginginkan sebuah persekutuan yang intim dengan mereka dan bukan hanya hubungan antara tuan dan hamba. Tuhan tahu bahwa satu-satunya cara agar Ia dapat menjembatani jurang antara karakter-Nya yang kudus sempurna dengan keberdosaan manusia yang tidak kudus akan mengharuskan-Nya membayar harga untuk memuaskan murka-Nya dan menegakkan kebenaran-Nya. Ia berjanji untuk mengirim seorang pembebas yang disebut-Nya Sang Tunas, yang akan membawa penebusan kepada umat manusia dalam satu hari. Tetapi jelas bahwa sang pembebas ini harus datang dari diri-Nya sendiri jika Ia harus benar-benar membayar harga mahal yang sudah ditetapkan untuk mendapatkan pengampunan Tuhan bagi umat dan untuk melakukannya hanya dalam waktu beberapa jam.

Tuhan mengingat kembali janji-Nya kepada Daud bahwa Ia akan memberikannya seorang putra yang akan memerintah atas kerajaannya selamanya. Ingatlah bahwa Tuhan berkata 'aku akan menjadi Bapanya dan ia akan menjadi anak-KU' (1 Samuel 7:14). Juga ingatlah seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya – ini tidak berasal dari teks asli Kristen, namun ada dalam kitab suci Yahudi yang ditulis berabad-abad lalu sebelum era Kristen. Hal yang penting disini adalah bahwa Tuhan berkehendak untuk memberikan putra-Nya sendiri untuk mencapai tujuan-Nya yang tertinggi – pengudusan sempurna terhadap semua orang yang mau percaya kepada-Nya demi pengampunan dosa-dosa mereka dan dengan itu, memperoleh hidup kekal. Apa yang kita lihat disini adalah tujuan Tuhan yang tertinggi – untuk menempatkan manusia ke dalam hubungan yang sedekat mungkin – dan apa yang telah siap dilakukan-Nya untuk mencapai hal ini. Pendek kata, Tuhan berkehendak mengutus putra-Nya sendiri demi keselamatan dunia sehingga kita tidak lagi menjadi hamba-hamba yang tidak berharga tetapi menjadi anak-anak tebusan Tuhan dan ahli waris kerajaan-Nya yang kekal. Tuhan rela memasuki bagian tergelap dalam dunia manusia sehingga kita dapat melihat terang-Nya yang penuh kemuliaan.

Setelah melewati apa yang merupakan pengalaman yang sangat menyakitkan ketika mengambil keputusan untuk merobek hati-Nya demi menebus kita, Tuhan mengijinkan diri-Nya sendiri untuk mengambil waktu sejenak untuk menikmati hasil akhirnya. Dengan sukacita dan kelegaan besar Ia berkata: 'Dan mereka akan menjadi umat-Ku, dan Aku akan menjadi Elohim mereka. Dan aku akan memberikan mereka satu hati, dan satu jalan, supaya mereka takut kepada-Ku sepanjang waktu, untuk kebaikan mereka dan anak-anak mereka, sesudah mereka. Aku akan mengikat suatu perjanjian yang kekal dengan mereka, bahwa aku tidak akan meninggalkan mereka, dengan melakukan kebaikan kepada mereka, namun di dalam hati mereka Aku akan menaruh rasa takut kepada-Ku, supaya mereka tidak menjauh dari pada-Ku. Aku akan bersukacita atas mereka dengan melakukan kebaikan kepada mereka, dan akan sungguh-sungguh menanam mereka di negeri ini dalam kebenaran, dengan segenap hatiku dan dengan segenap jiwa-Ku' (Yeremia 32:38-41 – penekanan ditambahkan). Ia terus menegaskan pengampunan sempurna terhadap dosa-dosa mereka sehingga mereka dapat mengenal-Nya secara pribadi dan hidup dalam sukacita besar bagi pujian dan kemuliaan-Nya: 'Aku akan membersihkan mereka dari semua kesalahan yang mereka telah berdosa terhadap Aku, dan Aku akan mengampunkan semua kesalahan yang mereka telah berdosa terhadap Aku, dan yang mereka telah memberontak terhadap Aku' (Yeremia 33:8). Marilah kita terus membahas mengenai masa perjanjian baru yang penuh kemuliaan yang telah Tuhan janjikan.

Yesus Kristus: Anak Daud, Anak Abraham

Kekristenan memiliki pandangan yang sangat pesimistik tentang keberadaan manusia berdasarnya naturnya – bahwa manusia diikat dengan dosa dan diperhamba olehnya sampai pada tingkatan dimana mereka tidak sanggup membebaskan diri mereka – tetapi pada sisi yang lain, kekristenan memiliki pandangan yang sangat optimistik mengenai bisa menjadi seperti apakah pria dan wanita – anak-anak Tuhan, yang dilahirkan dari Roh KudusNya, ditransformasikan ke dalam gambar diriNya, dan mewarisi kemuliaanNya dalam kekekalan. Namun ketika penebusan Tuhan yang dahsyat itu datang untuk meraih kesemuanya ini, manusia ciptaanNya itu salah mengartikanNya dan misiNya yang hingga hari ini masih terus-menerus ditolak oleh jutaan orang yang hidup dalam dunia.

Ke 17 karya profetis ditulis pada masa ketika Tuhan menjanjikan datangnya Perjanjian Baru yang merupakan klimaks dari pewahyuan Tuhan kepada orang-orang Yahudi. Janji akan kedatangan seorang Mesias, seorang Penebus, akan menjadi pengharapan akhir dan yang paling tinggi dimana tujuan Tuhan bagi manusia akan digenapi. Setelah kitab-kitab ini, tak ada yang baru yang mengikutinya. Semuanya diam selama masa 400 tahun. Pada saat Yesus dilahirkan, bangsa Israel tengah menantikan dengan kerinduan yang sangat besar akan datangnya seorang Mesias. Periode diam yang sama, yaitu sekitar 400 tahun, juga mengikuti janji Tuhan kepada Abraham sebelum Perjanjian yang Pertama diperkenalkan melalui Musa. Masa bagi pemberlakuan Perjanjian Baru sekarang telah tiba. Israel menanti-nanti dengan cemas dan berharap bahwa Mesias akan datang pada saat itu. Namun ketika Ia datang, hanya sedikit orang yang mengakuiNya sementara bangsa itu secara keseluruhan tidak memahamiNya dan yang paling buruk lagi, menentang dan menolakNya.

Tuhan telah menjanjikan kepada Daud seorang anak yang akan memerintah atas kerajaannya untuk selama-lamanya. Ketika suatu hari Yesus bertanya kepada orang Yahudi: 'Menurutmu siapakah Kristus itu? Anak siapakah Dia?” Mereka menjawab "anak Daud' (Matius 22:42). Salomo, anak Daud, merupakan raja yang paling kaya dan berkuasa. Pada masa ia memerintah, Israel menguasai dunia yang ada di sekelilingnya. Juga ada damai pada masa itu. Bangsa itu sekarang merindukan datangnya seorang raja yang baru yang akan membawa pemerintahan yang sama dan merupakan seorang yang tidak akan pernah berakhir. Mereka berharap bahwa raja Mesias mereka akan membuat bangsa Yahudi menjadi bangsa yang paling kuat dan berpengaruh di bumi. Tetapi mereka melupakan satu poin yang sangat penting – dan tidak ada kata maaf untuk kekeliruan mereka. Tuhan telah menjanjikan kepada patriakh lainnya seorang anak, lama sebelum era Daud dan Salomo, yang juga merupakan gambaran akan datangnya seorang Anak yang lebih agung – dan mereka harus memberikan perhatian yang lebih besar kepadanya – sebab ia akan muncul terlebih dahulu.

Anda tidak perlu harus melihat jauh ke dalam kitab suci Kristen (Perjanjian Baru) untuk menemukan siapakah dia. Cukup dengan membaca ayat pertama dari Injil yang pertama yaitu Matius. Dalam Teks pembuka dari semua Alkitab Kristen, ditulis: 'Kitab silsilah YESUS Kristus, anak Daud, anak Abraham' (Matius 1:1). Yang pertama yang harus mereka antisipasi adalah Anak Abraham. Yang pertama kita terlebih dahulu melihat anak yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham, yang bernama Ishak, anak laki-laki dari istrinya Sarah. Ketika Abraham membawanya untuk naik ke atas gunung Moria untuk mengorbankannya, Ishak berkata kepadanya 'Di sini ada api dan kayunya, tetapi dimanakah domba untuk persembahan bakaran itu?' (Kejadian 22:7). Abraham menjawab 'Elohim akan melihat domba untuk persembahan bakaran bagi-Nya, anakku' (Kejadian 22:8). Kata yang dipakai dalam bahasa Ibrani memberikan penekanan yang lebih kuat – diterjemahkan sebagai berikut: 'Tuhan akan memberikan dari diriNya sendiri anak domba untuk korban bakaran.' Pada hakekatnya Abraham mengatakan kepada Ishak, 'Anakku, sebenarnya engkaulah yang harus dikorbankan, tetapi teguhkanlah hatimu. Engkau hanyalah sebuah simbol dari sesuatu yang akan datang. Suatu hari kelak Tuhan akan memberikan dari diriNya sendiri anak domba sebagai korban bakaran.'

Yohanes Pembaptis (dalam Islam disebut Yahya), memandang kepada Yesus ketika suatu hari Yesus tengah berjalan; dan ia memproklamirkan 'Lihatlah anak domba Elohim, yang menghapuskan dosa seluruh dunia!' (Yohanes 1:29). Melalui kalimat ini Yohanes sedang mengidentifikasikan domba yang telah dikatakan oleh Abraham. Pada hari lainnya Yesus sendiri berkata kepada orang-orang Yahudi yang tengah berdebat denganNya: 'Abraham, bapakmu, bergembira karena dia dapat melihat hari-Ku, dan dia telah melihatnya dan bersukacita' (Yohanes 8:56). Ia dengan jelas memahami dalam pikirannya apa yang telah dikatakan oleh Abraham ketika ia mengatakan 'Tuhan akan menyediakan sendiri anak domba untuk korban bakaran, ya anakku.'

Abraham telah meramalkan seluruh Injil Kristen. Ishak dilahirkan dari Roh dalam keadaan yang unik, jadi Abraham mengetahui bahwa Putra Elohim akan dilahirkan secara unik juga (Yesus dilahirkan oleh seorang perawan). Abraham merencakan untuk mempersembahkan Ishak, tahu bahwa Putra Elohim pun akan dipersembahkan juga. Abraham meyakini bahwa Ishak akan dibangkitkan dari kematian. Dengan melakukan hal ini, ia menubuatkan kebangkitan Putra Elohim. Tidak mengherankan bagaimana Alkitab mengatakan bahwa Alkitab 'telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham' (Galatia 3:8).

Ketika pertanyaan berikut ditanyakan "Apakah pemberian terbesar yang pernah Tuhan berikan untuk menunjukkan kasihNya kepada anda?" Maka seseorang mungkin akan berkata 'kesehatanku', yang lain 'anak-anakku', dan yang lainnya lagi mungkin berkata 'Ia menjawab doa-doaku dan menolongku ketika aku ada dalam situasi yang sangat sulit.' Semuanya itu adalah jawaban-jawaban yang baik karena mereka memperlihatkan kebaikan Tuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Tetapi semua jawaban itu sama sekali tidak membuat Tuhan harus mengeluarkan sesuatu, karena semuanya itu tidak membuktikan kedalaman kasih di dalam hati Tuhan kepada kita. Tetapi Ia harus memberikan PutraNya untuk mati bagi kita supaya kita bisa menerima hidup yang kekal sebagai sebuah anugerah, diampuni dari dosa-dosa kita dan dimampukan untuk mengenal Tuhan secara pribadi. Inilah anugerah terbesar yang pernah Ia berikan sebab anugerah ini menyebabkan Tuhan harus mengeluarkan harga yang sangat mahal dari dalam diriNya sendiri. Dan inilah yang sesungguhnya terjadi ketika Yesus datang ke dalam dunia! Sebagai salah seorang dari murid-muridNya yang paling terkenal, rasul Paulus mengatakan demikian: 'Dia yang sungguh-sungguh tidak menyayangkan Putra-Nya sendiri, melainkan Dia telah menyerahkan-Nya ganti kita semua, bagaimana Dia tidak akan menganugerahkan segala sesuatu kepada kita bersama dengan Dia?' (Roma 8:32)

Inilah harga tertinggi yang harus disediakan Tuhan untuk membayar harta tertinggi yang ia cari – yaitu umat yang kudus, diampuni dosa-dosanya, dimana RohNya bisa diam di dalamnya dengan nyaman. Ketika Yesus mati di atas kayu salib, murka Tuhan terhadap dosa-dosa semua mereka yang sepenuhnya percaya kepadaNya telah dipuaskan. Masalah dosa dan kekudusan, yang menyebabkan trauma pada masa Musa dan pada masa generasi-generasi yang muncul setelah Musa, kini telah diselesaikan. Pintu telah dibukakan bagi penggenapan semua hal-hal indah yang Tuhan telah janjikan melalui Yeremia dan Yehezkiel.

Orang Kristen sejati seharusnya tidak hanya mempercayai Tuhan, sebab jika demikian maka mereka tidak memiliki pesan yang khusus bagi saudara-saudara Muslim mereka yang juga meyakini konsep monoteisme. Tetapi mereka memiliki sebuah pesan yang sangat spesial bagi semua orang yang diam di bumi termasuk orang-orang Muslim. Yesus Kristus, Putra Elohim, telah menggenapi pengharapan dari semua orang percaya sejati ketika ia menyerahkan nyawaNya bagi penebusan mereka. Habel mengorbankan darah domba miliknya sebagai simbol pengharapan pada keselamatan Tuhan yang akan datang. Abraham dipersiapkan untuk mempersembahkan putranya dan membagikan darahnya sebagai sebuah bayangan dan gambar dari kasih Tuhan yang agung yang akan melakukan hal yang sama sebagai balasan untuk apa yang telah ia perbuat. Musa memerintahkan setiap keluarga Israel untuk memercikkan darah anak domba di ambang-ambang pintu rumah mereka, sebagai simbol penyaliban Putra Elohim yang kelak akan datang membawa pembebasan yang kekal.

Pesan kita kepada orang-orang Muslim dan kepada seluruh dunia sebagai konsekuensinya adalah sebagai berikut – di dalam Yesus kita telah menerima keselamatan dari Tuhan, kepada kita juga telah diberikan pengampunan penuh dari dosa-dosa kita, kita telah menjadi anak-anak Tuhan, menerima Roh Kudus dari Tuhan, kita adalah pewaris dari kerajaanNya dan, yang paling penting, kita telah sampai pada pengenalan kita akan Tuhan sebagai umatNya yang telah diselamatkan dan ditebus.

Ketika Tuhan telah selesai berbicara kepada Musa, maka wajah Musa pun bersinar, merefleksikan hadirat Tuhan yang ada di hadapannya dan di antara umatNya. Kemuliaan Tuhan dimanifestasikan dalam Bait Suci Yahudi yang pertama, ketika Salomo mendedikasikannya kepada Tuhan, sekali lagi hal itu membuktikan bahwa Tuhan hadir di antara umatNya dalam cara yang sangat spesial. Tetapi ketika Yesus, putra Tuhan, berdiri di hadapan umatNya, manifestasi itu tiba pada sebuah dimensi yang baru. Ia mengajak tiga orang dari murid-muridNya naik ke atas gunung untuk menjauh dan tiba-tiba Ia mengalami transfigurasi di hadapan mereka. Wajahnya bersinar seperti matahari, dan jubahnya menjadi putih seperti cahaya (Matius 17:2). Saat itu kemuliaan termanifestasi jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang disaksikan oleh Musa dan Salomo, dan bahkan melangkah lebih jauh lagi. Yesus sendiri ditransfigurasikan. Kemuliaan bersinar melaluiNya. Ia tidak merefleksikannya atau melihatnya, ia menghadirkannya melalui diriNya sendiri dengan cara yang sangat mengagumkan. Ketika Putra Elohim mengambil tubuh manusia, maka Tuhan dan manusia menjadi satu untuk selama-lamanya. Kita akan melihatnya dengan segera bagaimana di dalam kekekalan, para pengikut Yesus juga akan memperlihatkan kemuliaan yang sama dari dalam diri mereka sendiri.

Dalam semua agama-agama monoteistik, gambaran Tuhan hampir sama. Ia menyatakan hukum-hukumNya, menuntut ketaatan dari hamba-hambaNya, dan melipat tanganNya untuk menyaksikan dan menantikan apa yang akan terjadi. Ini adalah agama Kain dan ia melahirkan monoteisme formal. Tetapi, dalam penggenapan pengharapan Habel, Abraham dan Musa, dimana Tuhan menyebut mereka sebagai sahabat-sahabatNya, Tuhan meninggalkan tahtaNya, mengulurkan lenganNya, merangkul seluruh dunia dengan lengannya itu, merendahkan diriNya dan mengunjungi dunia kita. Tuhan rela membayar harga yang teramat sangat mahal untuk menunjukkan pada kita kasihNya yang kekal dan sempurna, serta memberikan kepada kita jaminan akan tempat yang mulia di kerajaan Surga milikNya.

Orang-orang Yahudi salah dalam mengartikan anak Abraham. Mereka tidak bisa melihat bahwa Mesias harus datang terlebih dahulu sebagai anaknya, dalam kerendahan hati yang penuh, untuk dikorbankan bagi penebusan kita. Paulus menjelaskan hal itu dengan kata-kata berikut: 'Karena apa yang ada ada di dalam Kristus YESUS, biarlah itu dipikirkan olehmu juga. Dia, yang meskipun ada dalam rupa Elohim, tidak menganggap bahwa menjadi setara dengan Elohim adalah sesuatu yang harus dirampas. Sebaliknya, Dia sudah mengosongkan diri-Nya sendiri dengan mengambil rupa seorang hamba agar berada dalam keserupaan manusia. Dan supaya didapati dalam pola seperti manusia, Dia sudah merendahkan diri-Nya sendiri dengan menjadi taat sampai pada kematian, bahkan kematian di kayu salib.' (Filipi 2:5-8)

Nubuatan-nubuatan mengenai kematian korban dari Mesias bisa ditemukan dalam kitab-kitab suci orang Yahudi. Kebanyakan disampaikan oleh Daud dan Yesaya berabad-abad sebelum Yesus datang. Banyak yang meramalkan secara detil bagaimana Ia akan mati (Mazmur 22:1-21, 69:1-29), sementara yang lain menyampaikan apa tujuan dari pengorbananNya – yaitu untuk menebus dunia dari keberdosaannya – secara eksplisit, bahasa yang tidak bisa salah (Yesaya 53:1-12). Nabi-nabi tidak tahu persisnya apa yang sedang mereka ramalkan tetapi mereka tahu bahwa hal itu akan terjadi dalam generasi-generasi yang akan datang. Sebagaimana yang dikatakan oleh rasul Petrus: 'Berkenaan dengan keselamatan itulah para nabi telah mencari dan menyelidiki sambil bernubuat mengenai anugerah bagi kamu, seraya memeriksa mengenai apa, atau saat mana, Roh Kristus yang ada dalam diri mereka menjelaskan yang dipersaksikan sebelumnya, mengenai penderitaan Kristus dan kemuliaan sesudah hal-hal ini. Kepada mereka hal itu telah disingkapkan, bahwa bukan bagi diri mereka sendiri, tetapi bagi kita, mereka terus melayani hal-hal yang sama, yang sekarang telah diberitahukan kepadamu melalui mereka yang telah menginjili kamu, oleh Roh Kudus yang telah diutus dari surga, yang terhadap hal-hal itu para malaikat sangat ingin menyelidikinya.' (1 Petrus 1:10-12)

Banyak prediksi mengenai pemerintahanNya yang mulia sebagai Anak Daud yang akan datang yang juga memenuhi halaman-halaman kitab suci yang sama. Kadang-kadang prediksi mengenai kedatangan Mesias sebagai anak Abraham yang menderita dituliskan oleh mereka yang meramalkan kemuliaan surgawiNya, sehingga orang Yahudi tidak lagi memiliki alasan. Di sini ada sebuah contoh yang jelas: 'Lihatlah! Hamba-Ku akan berlaku bijak, dia akan ditinggikan, dan disanjung, dan menjadi sangat tinggi. Ketika banyak orang tertegun atasmu, keburukan rupanya lebih daripada manusia mana pun, dan keburukan bentuknya lebih daripada anak manusia. Demikianlah dia membuat tercengang banyak bangsa. Mengenai dia, raja-raja akan menutup mulut mereka, karena mereka akan melihat apa yang tidak diberitahukan kepada mereka, dan mereka akan memahami apa yang tidak pernah mereka dengar.' (Yesaya 52:13-15)

Setelah pertama-tama menunjukkan betapa besarnya anak Abraham itu, yaitu Yesus Kristus, yang tidak hanya telah merendahkan diriNya namun juga sedia untuk direndahkan melalui kematianNya di atas kayu salib, maka Paulus kemudian menyimpulkan sebagai berikut: 'Oleh karena itu pula Elohim telah meninggikan Dia dan menganugerahkan kepada-Nya Nama itu, yang di atas segala nama; supaya di dalam Nama YESUS, setiap lutut, yang surgawi dan duniawi dan yang di bawah bumi, akan bertelut, dan setiap lidah mengaku bahwa YESUS Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Elohim Bapa' (Filipi 2:9-11 – penekanan ditambahkan).

Yesus memberikan setiap indikasi kepada para pemimpin Yahudi mengenai siapakah sesungguhnya Ia, bahwa kedatanganNya telah dengan jelas dinubuatkan. Musa menulis tentang Dia (Yohanes 5:46). Abraham bersukacita ketika ia menyaksikan hari-hari Anak Manusia (Yohanes 8:56). Daud, yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, memanggilNya sebagai Tuhanku (Matius 22:43). Seharusnya mereka telah mengenal dan mengakuiNya.

Namun demikian, kepada murid-muridNya, pada malam sebelum Ia disalibkan Yesus berkata: 'Tidak ada orang yang mempunyai kasih lebih besar daripada ini, yaitu seseorang yang telah mempertaruhkan jiwanya demi sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-sahabat-Ku jika kamu melakukan apa saja yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak lagi memanggil kamu hamba, karena seorang hamba tidak mengetahui apa yang tuannya melakukannya. Namun Aku memanggil kamu sahabat, karena Aku memberitahukan kepadamu segala sesuatu yang telah Aku dengarkan dari Bapa-Ku' (Yohanes 15:13-15).

Sekarang lingkaran perputaran yang diadakan oleh Tuhan telah lengkap. Ia menyebut Abraham sebagai sahabatNya. Ia telah berbicara dengan Musa muka dengan muka sebagai seorang manusia yang berbicara kepada temannya. Sebab itu sekarang Yesus sanggup berbicara kepada semua murid-muridNya yang ada di situ sebagai sahabat-sahabat Tuhan yang sejati. KematianNya yang akan datang dan kebangkitanNya, pada akhirnya untuk membuka pintu bagi semua umat Tuhan agar bisa mengenalNya secara personal, supaya dosa-dosa mereka bisa diampuni, untuk mengasihiNya dengan segenap hati mereka, dan untuk pada akhirnya bisa dipermuliakan pada tingkatannya sendiri. Inilah hal yang sangat dirindukan oleh Tuhan sendiri, yang mana Tuhan bersedia mengorbankan apa pun juga.

Roh Kudus: Hadirat Tuhan Yang Tinggal Di Dalam Kita

Setelah Yesus bangkit dari kematian, Ia menampakkan diri kepada murid-muridNya di berbagai kesempatan. Pada hari ke empat puluh Ia naik ke Surga setelah terlebih dulu memberitahukan kepada mereka 'Dan lihatlah, Aku mengirimkan janji Bapa-Ku kepadamu, tetapi tinggallah di kota Yerusalem sampai kamu diperlengkapi kuasa dari tempat tinggi' (Lukas 24:49). Ia mengidentifikasikan kuasa itu dengan sangat jelas: 'karena sesungguhnya Yohanes telah membaptis dalam air tetapi kamu akan dibaptis dalam Roh Kudus, tidak berapa hari lagi sesudah ini' (Kisah Para Rasul 1:5). Sepuluh hari setelah kenaikanNya ke Surga, selagi para murid berkumpul bersama-sama di Yerusalem, 'Dan tiba-tiba datanglah suatu bunyi dari langit seperti angin kencang yang menderu dan memenuhi seluruh rumah, tempat mereka sedang duduk. Dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti api yang bertebaran dan hinggap di atas mereka masing-masing. Dan mereka semua dipenuhi oleh Roh Kudus dan mulai berbicara dalam bahasa-bahasa yang lain, seperti yang Roh itu terus-menerus memberikan kepada mereka untuk mengucapkannya.' (Kisah Para Rasul 2:2-4)

Kerinduan Tuhan yang terdalam adalah untuk masuk ke dalam hubungan yang sedekat mungkin dengan umatNya, digenapi ketika RohNya turun ke atas para murid Yesus. Inilah permulaan zaman keemasan dari Perjanjian Baru. Tuhan dan manusia sekarang dipersatukan satu sama lain – untuk selama-lamanya! Klimaks dari tujuan Tuhan yang tertinggi telah tercapai. Ketika Yesus, Putra Tuhan berjalan dalam wujud manusia di antara umat Israel, Tuhan hadir bersama-sama dengan umatNya dengan cara yang sangat personal dengan intimasi yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan pada era Musa. Tetapi sekarang, ketika Roh Kudus datang untuk tinggal di dalam hati umatNya dan untuk tinggal di situ hingga Yesus datang kembali, Tuhan sekarang hadir di dalam umatNya, untuk tinggal di dalam hati mereka yang terdalam.

Orang-orang Kristen sejati, yang dilahirkan dari Roh Tuhan, mengenal Tuhan secara pribadi. Mereka mengijinkan RohNya mencari kedalaman hati mereka, mencabut semua ketidak jujuran, arogansi, bangga pada diri sendiri, hawa nafsu, sombong rohani dan perasaan benci. Mereka memiliki sebuah jaminan mutlak akan hidup yang kekal. Mereka tahu bahwa semua dosa-dosa mereka sudah diampuni. Mereka mengasihi Tuhan dengan segenap hati mereka. Mereka tahu bahwa Tuhan itu sangat layak untuk mereka kasihi dengan sepenuh hati, karena Ia sudah menebus mereka dengan harga yang sangat mahal. Ketika mereka telah melihat kasih itu, disempurnakan dalam pengorbanan PutraNya, maka mereka menjadi bebas untuk mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan pikiran mereka. Tak ada yang menghalangi di antara mereka dan kerajaan Surga.

Rasul Paulus menyebut orang Kristen sejati yang pertama sebagai berikut: 'tetapi sekarang, setelah mengenal Elohim, dan terlebih lagi dengan dikenal oleh Elohim, bagaimana mungkin kamu berbalik lagi pada kaidah yang lemah dan rendah, yang dengannya kamu menginginkan lagi untuk menghambakan diri kembali?' (Galatia 4:9 – penekanan ditambahkan). Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa merupakan kerinduan Tuhan untuk membukakan jalan bagiNya untuk dikenal dan bukannya sejumlah usaha-usaha religius yang dilakukan oleh manusia yang membawaNya ke dalam posisi ini. Anda juga bisa mengenal Tuhan secara personal – jika anda mau menyerahkan diri anda kepada Yesus Kristus dan menerima sepenuhnya keselamatanNya.

Iman Abraham, yang disempurnakan dalam kerelaannya untuk mengorbankan anaknya, adalah sebuah refleksi yang indah dari kesetiaan Tuhan sendiri. Tetapi anugerah Tuhan dengan menyerahkan AnakNya sebagai korban bagi penebusan kita, adalah bukti yang sempurna dari kasihNya yang besar bagi kita. 'Dalam hal ini kasih Elohim telah dinyatakan di dalam kita, bahwa Elohim telah mengutus Putra-Nya yang tunggal ke dunia, supaya kita dapat hidup melalui Dia. Dalam hal ini, kasih itu bukanlah karena kita telah mengasihi Elohim, melainkan karena Dia sendiri telah mengasihi kita dan Dia telah mengutus Putra-Nya sebagai pendamaian berkenaan dengan dosa-dosa kita.' (1 Yohanes 4:9-10)

Yesus berkata 'Sesungguh-sungguhnya Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan dari atas, ia tidak dapat melihat kerajaan Elohim' (Yohanes 3:3). Ini termasuk anda. Untuk bisa dilahirkan dari Roh Tuhan adalah satu-satunya jalan bagi setiap orang, pada setiap waktu, pada setiap zaman, untuk bisa dibebaskan dari dosa-dosanya dan menjadi seorang warga negara Surga. Iman yang benar, iman Habel, adalah satu-satunya agama dunia yang sejati, jika ia bisa disebut sebagai sebuah agama. Dalam kenyataannya ini adalah sebuah iman yang hidup, sebuah respon terhadap kesetiaan Tuhan yang pada akhirnya dan secara sepenuhnya dinyatakan di dalam keselamatan melalui Yesus Kristus. Dikaitkan dengan pernyataan Tuhan bahwa Abraham adalah orang benar dalam pandanganNya, sepenuhnya karena ia telah percaya kepada kesetiaanNya. Paulus berkata: 'Namun hal itu tidak ditulis bagi dia sendiri saja, bahwa hal itu diperhitungkan kepadanya, melainkan bagi kita juga; yang bagi kita akan segera diperhitungkan, yaitu bagi yang percaya kepada Dia yang telah membangkitkan YESUS Tuhan kita dari antara yang mati, yang telah diserahkan karena kesalahan-kesalahan kita dan telah dibangkitkan demi pembenaran kita' (Roma 4:23-25).

Karena itu Paulus melanjutkan: 'Karena itu siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama telah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang' (2 Korintus 5:17). Umat Tuhan sejati adalah mereka yang percaya kepada Yesus, Putra Elohim, dan yang telah menerima janjiNya yaitu Roh Kudus. Orang-orang Kristen yang membaca Qur’an seringkali kaget dengan statement dalam kitab ini yang sebenarnya menegaskan hal itu. Qur’an yang muncul kemudian sangat dekat dalam mengenal pewahyuan ini. Yang pertama, ia mengatakan bahwa seorang malaikat menampakkan diri kepada ibu Yesus dan berkata kepadanya: 'Hai Maria, sesungguhnya Allah memberikan kepadamu kabar baik dari kalimat (Firman) yang datang daripadaNya, namaNya adalah Al Masih, Isa putra Maria' (Sura 3:45). Dalam bahasa Arab, kata kunci di sini adalah kalimatim-minhu ('sebuah firman/kalimat daripadaNya'). Perhatikan kata-kata minhu – 'daripadaNya' – artinya bahwa Yesus datang dari Tuhan sendiri dan bukan hanya sekedar seorang manusia biasa.

Dalam bagian lain Qur’an mengatakan kepada orang-orang percaya sejati 'Mereka itulah yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan (sebuah Roh) yang datang daripadaNya' (Sura 58:22). Kata kuncinya di sini juga sangat mirip: 'sebuah Roh daripadaNya' – ruhim-minhu. Tidak perlu menjadi seorang yang cerdik untuk menemukan bagaimana Qur’an menegaskan inti dari Injil Kristen. Yesus adalah Firman yang datang dari Tuhan sendiri (minhu – 'daripadaNya'), dan Roh Kudus yang mengikuti adalah Roh yang juga datang dari Tuhan (minhu – 'daripadaNya'). Qur’an secara tegas menyatakan bahwa kedua oknum ini datang dari Tuhan sendiri. Ia tidak memakai ekspresi ini (minhu) untuk setiap pribadi lain dalam sebuah konteks yang sama.

Pintu sekarang sudah terbuka bagi anda untuk percaya kepada Penebus yang datang dari Tuhan yaitu Yesus Kristus, dan untuk masuk ke dalam sebuah hubungan personal denganNya melalui menerima Roh Kudus. Hal yang harus dilakukan hanyalah tindakan iman yaitu percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat anda.

Beberapa tahun terakhir ini, saya seringkali menanyakan kepada orang-orang Muslim tiga pertanyaan krusial. Yang pertama, apakah anda mengenal Tuhan secara pribadi? Sudahkah anda masuk ke dalam hubungan yang terbesar – sebuah hubungan yang hidup dan bersifat pribadi denganNya? Kedua, apakah dosa-dosa anda sudah diampuni karena namaNya? Sudahkah anda dibersihkan tidak hanya dari perasaan bersalah atas semua dosa-dosa anda tetapi juga dari kuasa dosa itu? Yang terakhir, apakah anda mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap pikiran dan kekuatan anda? Apakah anda memiliki bukti nyata bahwa Tuhan itu benar-benar untuk dikasihi, karena Ia telah melakukan hal-hal yang luar biasa untuk membuktikan kasihNya kepada anda, dan meminta anda, sebagai balasannya, untuk merespon Dia dengan mengasihiNya dengan segenap hati?

Saya telah menerima jawaban-jawaban yang bervariasi atas pertanyaan-pertanyaan ini, tetapi seorang wanita Muslim yang masih muda baru-baru ini memberi saya jawaban yang, dalam pandangan saya, secara tepat merefleksikan jawaban sesungguhnya yang bisa diberikan oleh seorang Muslim berdasarkan teologi Islamik. Pertama, ia katakan: ”Berdasarkan Islam, adalah mustahil untuk mengenal Tuhan secara pribadi. Anda bisa percaya kepada Allah, berdoa kepadaNya, menyembahNya, tetapi tidak akan pernah mengenalNya.” Ia meneruskan: "Juga adalah mustahil untuk mengetahui bahwa semua dosa-dosa anda sudah diampuni. Anda bisa berdoa untuk pengampunan, berusaha memelihara hukum-hukum Allah, dan mengharapkan anugerahNya, tetapi anda tidak akan pernah tahu dengan pasti dalam hidup ini bahwa anda sudah diampuni." Terakhir ia katakan: "Apakah saya mengasihi Tuhan dengan segenap hatiku? Saya belum pernah memikirkan hal ini. Saya mempercayaiNya, saya bersedia untuk melayaniNya – tetapi untuk mengasihiNya? Hal ini belum pernah terlintas di benak saya."

Kabar baiknya adalah, ketiga hal ini sekarang terbuka bagi anda. Tuhan sejati telah meruntuhkan penghalang antara Dia dengan manusia berdosa ketika Yesus Kristus mati bagi dosa-dosa dunia. Pintu telah dibukakan bagi semua orang percaya sejati untuk menerima Roh KudusNya dan hidup dengan kepastian iman di dalamNya (iman Habel), daripada berusaha dengan sia-sia mempercayakan diri mereka dengan kesetiaan seperti budak untuk melakukan rutinitas dan ritual-ritual keagamaan (agama Kain). Anda bisa mengenal Tuhan secara pribadi, anda bisa diampuni dari semua dosa-dosa anda, dan anda bisa mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan pikiran anda. Ini adalah kunci untuk hidup yang kekal.

Iman Abraham merefleksikan kesetiaan Tuhan. Ia bersinar seperti bulan ketika merespon sinar matahari. Tetapi orang percaya sejati bisa melakukan jauh lebih banyak daripada itu. Sebagai balasannya mereka pun bisa mengasihi Tuhan. Mereka akan bersinar seperti matahari-matahari kecil di kerajaan Bapa mereka (Matius 13:43, penekanan ditambahkan). Para malaikat akan terus-menerus merefleksikan kemuliaan Tuhan ketika hari itu tiba, tetapi orang Kristen sejati akan menurunkannya kembali kepadaNya. Para malaikat adalah para pelayan surgawi Tuhan, tetapi Tuhan menebus umatNya yang ada di bumi ini untuk menjadi anak-anakNya. Mereka akan memanifestasikan kehadiran Roh Kudus dalam diri mereka. Terang mereka akan bersinar dari dalam dengan cahaya yang murni dan transparan. Tidaklah mengherankan ketika Paulus melukiskannya: 'Namun, sebagaimana telah tertulis, apa yang mata belum pernah melihat dan telinga belum pernah mendengar dan belum pernah timbul pada hati manusia, itulah yang telah Elohim sediakan, bagi mereka yang mengasihi Dia' (1 Korintus 2:9).

Dengan iman di dalam Yesus, dan dengan iman itu sendiri, anda bisa menjadi seorang anak Tuhan sejati, mengenal Dia secara pribadi, diampuni dari semua dosa-dosa anda, dan menjadi pewaris hidup yang kekal. Yesus berkata: 'Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup. Tak seorang pun yang sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku' (Yohanes 14:6). Seorang orang Kristen sejati telah menerima jaminan: 'Kamu mengasihi Dia meskipun belum tahu. Meskipun sekarang belum melihat hingga percaya bahkan dimuliakan di dalam Dia, namun kamu bersukaria dengan sukacita yang tak terungkapkan, karena mencapai tujuan akhir imanmu, yaitu keselamatan jiwa-jiwa' (1 Petrus 1:8-9).

Pintu terbuka bagi semua manusia di bumi, tak peduli apa latar belakang mereka, dan meskipun mereka penuh dengan dosa atau tengah mengalami dukacita yang hebat – untuk menerima anugerah Tuhan yang sempurna di zaman anugerah ini dan menjadi pewaris dari kerajaan kekalNya.

Sebagaimana Yesus mengatakan: 'Akulah pintu. Jika seseorang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan, dan dia akan masuk dan akan keluar dan akan menemukan padang rumput' (Yohanes 10:9). Pintu itu akan tetap terbuka hingga kedatanganNya. Pintu itu tetap terbuka bagi anda.

 

* KSILT (Kitab Suci Indonesian Literal Translation) diterbitkan oleh Yayasan Lentera Bangsa


Translated from the English: Knowing God Personally
© Copyright 2009 John Gilchrist