TIRULAH PUASA NABI: Kalau-kalau Itu Puasa Asli-Sorgawi

Muhammad yang buta-puasa dikala itu justru merasa “ketinggalan kereta” dalam berpuasa. Maka konsep puasa Islamikpun muncul dari tiruan puasa Ashura kaum pagan yang tidak disertai dengan pen-detail-an ritualnya. Maka kita bertanya apakah puasa yang diserukan Muhammad itu sama dengan puasa umat yang ditirunya? Nama puasa boleh sama, oke Ashura, tetapi apa makna, motivasi, bentuk dan isi puasa tersebut sama dalam praktek dan ritualnya? Dan apakah Muhammad sudah menyadari hal tersebut dalam seruannya yang dadakan itu?

 

By Ram Kampas

 

Sejarah Nabi mencatat bahwa walaupun Muhammad sudah 12 tahun menjadi nabi Allah, namun beliau masih belum tahu-menahu tentang puasa macam apa yang harus dikenakan kepada dirinya dan umatnya. Ini sungguh menarik perhatian. Kapan persisnya, dimana, dan bagaimana Muhammad memulai puasanya yang pertama? Orang mulai mempertanyakan apakah konsep “puasa” sungguh murni ajaran dari Islam? Artinya apakah itu murni berasal dari wahyu langit? Mari kita telusuri.

 

Tirulah Puasa Nabi

Yusuf Qardhawi – ulama terkemuka dunia saat ini—menulis buku yang komprehensif tentang puasa. Ia menulis dan berseru: “Tirulah puasa Nabi!”.

Akan tetapi, sebelum seruan indah itu bisa diikuti, akal sehat dari umat yang sehat selalu akan bertanya balik: “Tapi Nabi itu meniru puasa siapa?”

Sejak kapan Muhammad mulai terlibat dalam puasa pertama kalinya? Sebagai anak, apakah dia meniru dari orang-tuanya yang Quraisy itu? Mungkin ada Muslim yang merasa jengkel atas pertanyaan yang dianggap “tolol” ini. Tapi Einstein juga lebih tolol lagi ketika ia bertanya-tanya kepada dirinya kenapa batu yang dilemparkan keatas koq jatuhnya balik ke bumi? Koq bukan terus keatas atau kesisi lain? Percayalah, bertanya tentang “asal-usul” tidak pernah tolol, justru selalu layak dan menjadikan diri mawas dan pintar. Bahkan itu sering terbukti merupakan cara yang paling ampuh untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi…

Nah, kita dengan gamblang bisa melihat bahwa sesungguhnya asal usul berpuasa cara Islam (menurut Quran & Hadist) justru tidak bermula sejak Islam hadir. Puasa Islamik hanya mulai diinstitusikan sejak hari dan ayat berikut dibawah ini diturunkan kepada Muhammad tatkala beliau berada di Medinah, bukan di Mekah. Beliau praktis tidak berpuasa sebelumnya – kecuali mungkin puasa-puasaan tradisional, bukan formal—walau beliau sudah 12 tahun jadi nabi di Mekah.

"Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasasebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu…” (Al-Baqarah 183).

 

Puasa Muhammad Meniru Siapa?

Menelusuri asal-usul puasa ini, kita pertama tama perlu menyidik siapa yang mewajibkan puasa tersebut. Jadi kitapun bertanya: Siapa yang memerintahkan “ayat” al-Baqarah 183 itu? Karena termasuk ayat, maka ya kita segera akan berkata otomatis bahwa Allah Muhammad-lah yang mewajibkannya, bukan Muhammad. Tapi nanti dulu! Simak kritis ayat tersebut, yang mana secara implisit mengkaitkan puasa Islam itu dengan puasa-puasa umat lain yang telah hadir sebelumnya. Ia adalah produk jiplakan dadakan yang diwajibkan kepada Muslim dengan merujuk kepada puasa umat-umat lainnya yang ada. Orang-orang Quraisy, Yahudi danNasrani, Sabiin sudah diwajibkan berpuasa sejak lama, maka bagaimana mungkin bahwa umat Islam yang sudah 12 tahunan berlalu masih bersantai ria dan ketinggalan kereta? Yang jelas, puasa yang diserukan Muhammad itu terjadi secara mendadak, di tahun 622, pada saat setelah beliau melihat kaum Quraisy jahiliah berpuasa Ashura, bukan saat dimana beliau mendengar wahyu Allah.

Dan itu dipersaksikan oleh Aisha r.a yang berkata:

(Suku) Quraisy biasa berpuasa pada hari Ashura dalam zaman pra-Islam, maka Rasul Allah memerintahkan (Muslim) untuk berpuasa pada saat itu hingga diwajibkan (kelak) berpuasa pada bulan Ramadhan; tatkala mana Nabi lalu berkata:  “Mereka yang mau berpuasa (pada Ashura) silahkan berpuasa, dan mereka yang tidak mau berpuasa juga boleh.” (Bukhari, Volume 3, Book 31, no.117)

Muhammad yang buta-puasa dikala itu justru merasa “ketinggalan kereta” dalam berpuasa. Maka konsep puasa Islamikpun muncul dari tiruan puasa Ashura kaum pagan yang tidak disertai dengan pen-detail-an ritualnya. Maka kita bertanya apakah puasa yang diserukan Muhammad itu sama dengan puasa umat yang ditirunya?Nama puasa boleh sama, oke Ashura, tetapi apa makna, motivasi, bentuk dan isi puasa tersebut sama dalam praktek dan ritualnya? Dan apakah Muhammad sudah menyadari hal tersebut dalam seruannya yang dadakan itu?

 

Beda Puasa Antar Umat yang Tidak Muhammad Ketahui

Kita juga tahu bahwa puasa Yahudi yang paling menonjol adalah puasa yang dirayakan dalam Yom Kippur Hari Penebusan seperti yang dicatatkan dalam Hukum Musa, lihat Imamat 16:29-30:

“Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu. Karena pada hari itu harus diadakan pendamaian bagimu untuk mentahirkan kamu. Kamu akan ditahirkan dari segala dosamu di hadapan TUHAN”.

Nah, agaknya puasa Hari Penebusan (Day of Atonement) Yahudi inilah yang telah di inkulturasikan kedalam puasa Quraisy sebagaimana yang dilaporkan sebagai puasa Ashura, mengikuti nama Aramik “ASOR” di bulan Tishri hari ke-10.

Segera terlihat bahwa tujuan berpuasa ini adalah untuk memperdamaikan diri terhadap Tuhan, memohon pengampunan dan pentahiran dosa dengan menghampiri-Nya dalam total kerendahan diri. Apakah ini jenis puasa yang sejatinya dipahami dan yang diserukan oleh Muhammad untuk diikuti oleh umatnya? Bukankah puasa Ashura yang ditekankan oleh Muhammad adalah mencari pahala dan jaminan agar dosanya selama setahun yang lewat TERAMPUNI SEMUANYA? Dan ini sesuatu yang sangat berbeda dengan iman, motif dan tujuan puasa Hari Penebusan dari Yahudi?

Nabi berkata: “Dengan berpuasa dihari Ashura, saya mengharapkan Allah menerimanya dengan menghapus-kan semua dosa-dosa ditahun sebelumnya”  (HS.Muslim, no. 1976).

Puasa “Ashura” Yahudi atau puasa Hari Penebusan juga ditandai dengan berpuasa non-stop 25 jam, dengan segala detail ritualnya yang rumit. Ini tentu tidak dipahami oleh Muhammad yang terkesan hanya familiar dengan puasa dari rentang subuh ke isha sekitar belasan jam saja. Lebih dari itu puasa Yahudi maupun Nasrani BUKANLAH pantangan makan-minum-sex dihari siang yang digeserkan kemalam hari demi mendapatkan pahala Allah, melainkan umumnya bersifat puasa perkabungan (jasmani-rohani), dalam menghampiri wajah Tuhan dengan segala kerendahan diri. Yaitu dengan memberi diri untuk diperdamaikan dengan Tuhannya.

Jadi kita justru melihat hal yang sebaliknya bahwa puasa Islamik berawal dari tekanan ritual puasa umat-umat lain yang telah ada, yang kemudian diinstitusikan secara menyimpang kedalam Islam secara bertahap, dari puasa Ashura menjadi puasa Ramadan dan lain-lain jenis puasa. Bahkan secara tepat bisa dikatakan puasa Islamik berasal-usul dari KETINGGIAN HATI Muhammad dalam memperebutkan “hak Musa”!

Lihat Hadist Nabi yang lain yang secara hitam-putih  menjelaskan betapa praktek ibadah umat Yahudi telah memberi inspirasi bahkan “memaksa” Muhammad untuk tidak boleh tertinggal atau kalah gengsi dalam menghadirkan rukun berpuasa bagi umat Muslim. Muhammad dan umatnyalah yang harus dianggap lebih berhak terhadap Musa ketimbang umat Yahudi,

Diriwayatkan Ibn 'Abbas: “Nabi datang ke Medina lalu melihat orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari Ashura. Beliau bertanya tentang hal tersebut. Dan merekapun menjawab, “Ini adalah hari baik, hari dimana Allah melepaskan Bani Israel dari musuh mereka. Maka Musa berpuasa pada hari tersebut. Nabi berkata, “Kami lebih berhak dengan Musa ketimbang kalian.” Oleh karena itu Nabipun melakukan puasa pada hari itu seraya memerintahkan (kepada Muslim) untuk berpuasa (pada hari itu). (Bukhari, Vol.3.31.no. 222).

 

Apa yang Anda lihat?

Terjadi pertentangan asal-usul puasa Ashura Islam! Bukankah Aisyah melaporkan bahwa pemicu puasa Islam adalah Ashura-nya Quraisy jahiliah? Sementara Ibn Abbas merujuk kepada tiruan “Ashura” Yahudi? How? Apakah ketiga Ashura ini mungkin bisa sama?

Surat Al-Baqarah 2:183 itu perintah yang amat kabur dan membingungkan. Apakah itu dirujukkan kepada Ashura Quraisy atau Yahudi pada awalnya? Kenapa ayat tidak meng-eksposkan Allah yang memerintahkannya? Ayat tersebut diserukan dalam kalimat pasif yang tidak mengkonfirmasikan siapa sesungguhnya yang telah mewajibkan puasa Islam (Muhammad) yang pertama itu! Dan Hadist justru memastikan bahwa puasa Muhammad itu lahir mendadak karena kemarahan dan kesombongan beragama dari Muhammad -- chauvinisme agama Arab-- yang merasa harkat dirinya (dan Muslim Arab) tidak boleh kalah HAK terhadap Nabi Musa.

Tetapi dengan bersikap begitu, Muhammad sesungguhnya telah bertindak lancang mewajibkan puasa Ashura secara dadakan tanpa konsultasi dengan Allahnya, apalagi dengan Ahli Kitab. Padahal Allah memerintahkan NabiNya agar selalu harus berkonsultasi baik baik dengan Ahli Kitab setiap kali ada keraguan wahyu (QS.10:94).

Tapi, kapan Muhammad pernah bertanya baik baik kepada umat lain tentang PUASA? Dia memang bertanya kepada Ahli Kitab atas puasa Ashura yang tidak pernah diketahuinya sebelumnya, namun sebegitu tahu bahwa puasa tersebut dikaitkan dengan Musa, maka Nabipun serta merta menunjukkan rivalitas nya kepada pihak yang ditanyai. Alih-alih berterima kasih kepada kaum Yahudi yang telah memberi jawaban sebenarnya, Muhammad justru menampik dengan berkata penuh angkuh: “Kami lebih berhak dengan Musa ketimbang kalian.

 

Apa yang Anda harus pertanyakan disini?

Tentu orang pantas bertanya: “Siapa yang memberi hak lebih kepada Muhammad yang buta–puasa itu untuk merebut puasa Musa dari tangan orang-orang Israel yang telah mempraktekkan puasa mereka lebih dari 2000 tahun SEBELUM Muhammad?” Dan apakah puasa Ashura yang diserukan Muhammad itu adalah persis puasanya “Ashura” Musa (Yom Kippur) orang Yahudi? Sesungguhnyalah itu berbeda sejauh langit dari bumi! Tak mungkin ada pihak yang memberi Muhammad hak-Musa tersebut. Itu adalah sebuah dusta telanjang! Malahan sebaliknya, bahwa kasus memperebutkan “hak-Musa” ini sungguh sudah dinubuatkan oleh Yesus 600-an tahun dimuka. Ketika itu para ahli Taurat orang Yahudi-lah yang Yesus damprat. Namun kini dampratan yang sama disuarakan kembali kepada Muhammad: Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa” (Matius 23:2)

 

Puasa Muhammad versus Puasa Musa dan Yesus

Telah ditampakkan diatas betapa awalnya Muhammad tidak tahu apapun tentang puasa, baik puasa Musa apalagi puasa Yesus. Bilamana Muhammad selalu mengklaim bahwa Allah Islam adalah sama dengan Tuhannya Ahli Kitab -- termasuk para malaikatNya, Kitab-kitabNya, dan rasulNya -- maka mungkinkah puasa Muhammad kok bisa berbeda dengan puasa Musa dan Yesus? Koq bisa berebutan “hak-Musa”? Dan koq juga berebutan hak kedekatan dengan Isa Putra Maryam didunia dan akhirat? (Shahih Bukhari 1501).

Jikalau demikian, sudahkah Muhammad sadar bahwa Musa dan Yesus justru telah memberi contoh berpuasa 40 hari dan 40 malam penuh! Artinya disini tanpa makan dan minum sedikitpun selama 40x24 jam (Matius 4:2, Lukas 4:2), bukan 40 hari menggeser jam makan dari siang ke malam! Sudahkah Muhammad--yang dianggap nabi terbesar dan terakhir—juga mencontohkan kepada umat Arabnya cara berpuasa tingkat tinggi 40x24 jam seperti Musa dan Yesus? Belum? Jadi puasa terhebat manakah yang sudah dicontoh-kannya secara terbuka kepada dunia Islam?

 

CONTOH TERELOK MUHAMMAD: USWAH HASANAH

Quran (dan Hadist) mengabadikan Muhammad sebagai nabi dengan moral teragung seluruh jagad:

QS.33:21, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”.
QS.68:4, ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung”.

Muhammad bersaksi tentang dirinya: “Daku adalah Muhammad, daku adalah Ahmad dan al-Mahi (penghapus) yang dengannya Allah SWT menghapuskan kekufuran. Daku adalah al-Hasyir (pengumpul) yang dengan jejakku Allah SWT mengumpulkan umat manusia. Daku adalah al-A’qib (penyudah) karena tidak ada nabi lagi selepasku.” 
(HR. Bukhari dan Muslim)

“Saya telah diutus sebagai generasi keturunan Adam yang terbaik keseluruhannya sejak penciptaan(HS.Bukhari 4.56.757).

“Ya saya adalah pesan-berita (message) dari bapakku Ibrahim, dan kabar-baik  (good news) dari saudara-ku ISA”.(Ibn Hisham, vol.1, pt.1, p.302).

”Aku lebih berhak atas diri Isa Putra Maryam dari semua manusia didunia dan diakhirat” (HS.Muslim no.4362)

Ya, semua gelar-gelar fantastik ini dipujikan karena jasa Muhammad yang luar biasa. Jasa yang tidak tersaingi dan tidak tergantikan! Yaitu yang menghasilkan mukjizat terbesar melalui isi Quran yang ‘dibacakannya’ secara eksklusif bagi Allah swt!Artinya Muhammad sendiri adalah saksi tunggal yang menyaksikan seluruh firman Allah yang dibacakan lewat mulutnya!

Akan tetapi moral, akhlak dan budi pekerti faktual-historis apakah yang terbaik dari Muhammad untuk ditiru? Kita tahu dari sumber-sumber Islamik sendiri bahwa dia memberi banyak contoh “keteladanan” tentang urusan kawin-mawin dan sex yang melebihi porsi. Juga memberi model-teladan kawin ala pedofil. Menjodohkan dan mengawinkan anak, tetapi kelak menghalalkan menantu itu untuk dikawininya sendiri. Memerintahkan sunat tapi kapan dia sendiri bersunat tak ada yang tahu. Tangan yang banyak bergelimang dalam darah, membunuh dan merampas. Mulut yang banyak berdusta dan ber-taqiyya dengan mengatas-namakan Allah dan Islam. Tidak memberi keadilan dalam kubu istri-istrinya (kubu favorit Aisyah cs). Kebencian terhadap orang kafir. Dan dendam kesumat terhadap Yahudi….

Ya, itu dulu banyak yang tersembunyi bagi umum, sehingga tidak salah Muhammad bisa dijuluki sebagai “Uswah Hasanah”, Teladan Terbaik. Namun dimasa keterbukaan informasi global seperti sekarang ini, semua moral dan perilaku diatas dapat dilacak secara telanjang, antara lain dalam kitab-kitab shahih Sirat Ibn Hisyam dan Tafsir al-Tabari dan aHadis (sekalipun masih banyak yang diplintirkan oleh “kalangan sendiri”).

Satu hal yang Muhammad dan Muslim kurang jeli dan paham adalah tentang apa yang telah disinggung diatas, yaitu bahwa seluruh isi Quran dan Hadist praktis telah ditulis atau dibaca berdasarkan kesaksian Muhammad  sendiri! Dan kesaksian yang dibacakan Muhammad sendiri tentang dirinya sendiri pula, adalah kesaksian-solo yang tanpa saksi mata, dan itu telah dinyatakan oleh Yesus sebagai kesaksian (tingkat kenabian) yang TIDAK BENAR!

Kata Yesus: “Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes (Nabi Yahya) dan ia telah bersaksi tentang kebenaran" (Yoh 5:31-33).

Ini jelas merupakan tamparan kemuka bagi Muhammad yang berbual sesukanya tentang puasa. Ini tantangan yang tidak terpikulkan oleh Muhammad yang bersesumbar kosong tentang “Uswah-Hasanah” dirinya dan Hak-haknya atas Musa dan Yesus!

 

Seruan Ulang: Tirulah Puasa Nabi!?

Akhirnya, Muhammad sungguh menjadi contoh teladan terdahsyat dalam puasa Islam itu sendiri. Muhammad ternyata bisa membatalkan puasanya sesuka hatinya tanpa perlu memberikan alasan ataupun harus menjaga keteladanan dan integritas seorang Nabi yang uswah hasanah!

Riwayat Aisyah, bahwa suatu hari Nabi saw datang kepadanya dan bertanya, “Apakah kalian punya makanan?” Lalu saya jawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa”. Lalu siang harinya beliau datang kembali. Saya katakan, “Wahai Rasulullah, kami mendapatkan hadiah hais (makanan dari kurma dan tepung)” Beliau berkata, Bawa kemari, padahal aku sebenarnya berpuasa semenjak pagi.’ Lalu beliau memakannya.” (HR. Muslim).

 

KESIMPULAN AKHIR: Terlalu mudah untuk menyimpulkan sendiri! Yang pasti, puasa Islam tidak berasal dari langit. Ia tidak menghasilkan pahala dan janji sorga apapun, kecuali angin sorga dengan menahan perut yang kelaparan selama 30 hari!

Muhammad masih terus berslogan sampai kelangit untuk menguatkan umatnya yang lapar berpuasa: “Ketika bulan Ramadan mulai, maka terbukalah pintu-pintu Firdaus, dan pintu-pintu neraka akan tertutup, dan para setan akan dirantai” (Bukhari 4:497).

Bertanyalah kepada beliau dengan fakta ditangan anda:

  • Pintu surga manakah yang terbuka bagi Muslim? Pintu yang membatalkan ketetapan Allah bagi setiap Muslim yang sudah dipastikan masuk neraka (QS.19:71)?
  • Pintu neraka apa yang tertutup? Ada ayat Allah (bukan Muhammad) yang membatalkan neraka bila Anda wafat dibulan Ramadan dalam keadaan berpuasa 40 hari-40 malam seperti Musa?
  • Para setan mana yang akan dan sudah dirantai dibulan “suci” ini?

Lihat fakta, bukan slogan: Statistik Ramadan tahun 2016, hari ke-6 (dan silahkan cek lagi di tahun2 sebelumnya), dimana neraka justru menganga terbuka dan setan yang hunjuk-perkasa tiap harinya menjemput manusia:

 

Selama periode waktu ini (30 hari terakhir the sejak tanggal 13 Juni 2016), telah terjadi 223 serangan Islamik di 31 negara, yang telah menewaskan 2280 orang dan melukai 2160 orang. https://www.thereligionofpeace.com/attacks/attacks.aspx?Yr=Last30

 

Artikel ini dipetik dari buktidansaksi.com