MUHAMMAD: “Aku Gembala Yang Diutus” YESUS: “Akulah Gembala Yang Baik”

Yesus adalah gembala yang berlainan samasekali dengan Muhammad penggembala-kambing. Muhammad adalah manusia solitaire akibat dari kemiskinan dan yatim piatu sejak kecil. Ia jadi perenung tentang banyak hal, ya tentang nasib dirinya dan ya tentang masyarakat Arabnya. Pada dasarnya ia bukan ber-natur gembala, melainkan harus menjadi gembala upahan sementara sambil memimpikan dirinya kelak bisa menjadi nabi (yang diutus) seperti Musa dan Daud, yang dianggapnya  juga sama-sama gembala tadinya. Itu adalah sebuah angan-angan dan pencocok-cocokkan Muhammad pribadi belaka kepada sosok mereka.

Salah satu buku biografi yang terkenal tentang Islam adalah Sejarah Hidup Muhammad karangan MH. Haekal. Disitu digambarkan mimpi dan firasat Muhammad bahwa ia bakal menjadi seorang Nabi. Dikatakan: “Yang menyebabkan dia (Muhammad) lebih banyak merenung dan berfikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata (p.60):

“Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” “Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing. Aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.”

Kita tidak tahu apa yang diketahui oleh Muhammad mengenai makna “gembala” dalam era dan kisah Taurat dan Mazmur (Zabur). Kita juga tidak tahu apakah beliau tahu bahwa Alkitab membedakan domba dan kambing, sehingga penggembalaan bagi keduanya juga tidak betul-betul persis sama. Musa dan Daud adalah penggembala domba bukan kambing seperti Muhammad. Bedanya khusus terletak dalam bobot proteksi dan care , karena domba memang lebih dependant, lebih pasrah kepada gembalanya ketimbang kambing. Kita bisa menduga bahwa Muhammad itu gembala upahan, dan bukan gembala kambing milik sendiri atau dari orang tuanya. Status itu juga dibedakan oleh Alkitab.

Seorang gembala di zaman dahulu --zamannya nabi-nabi Israel--  tidak bisa dibandingkan dengan gembala yang dikenal di zaman sekarang. Dari seorang gembala dituntut tanggung-jawab yang amat besar, sedemikian sehingga fungsi gembala disamakan oleh masyarakat kuno disana sebagai tugas kepala bani dalam menuntun dan memerintah kaumnya.

Gembala itu harus mengenal setiap mata-air, sumur, wadi dan sungai. Dia harus tahu sifat airnya yang tenang untuk bisa diminum secara aman, dan bukan air deras dimana hewan tersebut mudah hanyut kalau terpeleset atau jatuh. Gembala bahkan juga siap mencari sungai atau menimba air sumur lain bagi dombanya dimusim kemarau. Ia memperhitungkan dimana masih terdapat rumput, menurut musimnya. Ia harus melindungi anak-anak domba yang belum dapat berjalan jauh. Ia memelihara induk-induk domba yang bunting atau yang sedang dalam masa menyusui.

Ia menolong merawat domba yang sakit, terluka pada batu-batu tajam dan duri, bahkan sakit apapun yang menerpa dombanya. Ia menghindarkan dombanya agar jangan seekor pun daripadanya meninggalkan kawanan, baik diperjalanan  ataupun karena takut dengan kilat dan guntur.

Gembala akan membela kawanan domba terhadap binatang buas dan pencuri. Dengan tongkat yang panjang, gembala menuntun kawanan domba. Memberi tanda maju, berbelok, atau berhenti. Ia menunjuk jalan dan sekaligus berteriak memperingati domba yang mau menjauhkan diri.

Domba adalah aset miliknya yang sangat khusus. Dianggap sangat bernilai bukan karena harganya (secara materi), tetapi karena natur gembala yang memang selalu bertanggung jawab terhadap setiap dombanya secara sangat pribadi. Itu sebabnya seorang gembala harus membelanya sampai dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Dalam pengibaratan seperti  itulah Yesus melukiskan dirinya sebagai Gembala Yang Baik. Gembala bagi umat manusia yang digambarkanNya sebagai domba-dombaNya. Dan itu dibuktikanNya dalam seluruh perjalanan kenabianNya.  Ia bukan gembala upahan atau gembala musiman. Ia berkata, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”.

Disini kita melihat bahwa Yesus adalah gembala yang berlainan samasekali dengan Muhammad penggembala-kambing. Muhammad adalah manusia solitaire akibat dari kemiskinan dan yatim piatu sejak kecil. Ia jadi perenung tentang banyak hal, ya tentang nasib dirinya dan ya tentang masyarakat Arabnya. Pada dasarnya ia bukan ber-natur gembala, melainkan harus menjadi gembala upahan sementara sambil memimpikan dirinya kelak bisa menjadi nabi (yang diutus) seperti Musa dan Daud, yang dianggapnya  juga sama-sama gembala tadinya. Itu adalah sebuah angan-angan dan pencocok-cocokkan Muhammad pribadi belaka kepada sosok mereka. Sebab baik Musa maupun Daud tidak pernah memimpikan dirinya untuk menjadi nabi, apalagi dengan mengkaitkan kenabian mereka dengan status  gembala yang pernah dijalaninya. Tuhanlah yang memilih mereka diluar angan-angan dan dugaan! Sesungguhnya pencocokan ini hanyalah pelipur lara saja bagi si anak muda yang memimpikan masa depannya, karena ada jutaan orang-orang dahulu di Timur Tengah yang memang kerjanya sebagai gembala, dan yang selalu bisa “dicocokkan kepada kenabian” bila mau dikait-kaitkan secara umum.

Tetapi di depan semua orang Yahudi, Yesus berkata kontras bahwa Ia bukan gembala upahan (Yoh.10:11), menyusuli kalimat khusus dan sakral tentang peran diriNya, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (ayat 10).

Dia bahkan tidak hanya melihat domba-domba nya sebagai satu kawanan belaka, melainkan justru mengenalnya satu per satu secara pribadi dengan sebutan namanya masing-masing,

“Domba-domba  mendengarkan suaranya (gembalanya) dan ia memanggil domba-domba nya masing-masing  menurut namanya dan menuntunnya keluar. Jika semua dombanya telah dibawanya keluar, ia berjalan didepan mereka dan domba-domba  itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya ....(Yohanes 10:3-4).

Kenapa harus sedemikian pribadinya?

Itulah, karena natur dari seorang gembala yang baik adalah tidak rela dan tidak mengizinkan satupun dari dombanya hilang atau tersesat. Tuhan adalah Bapa Sorgawi, yang adalah Gembala Agung, seperti yang dikonfirmasi Daud dalam kitab Zabur -nya yang paling terkenal:

“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;
Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.

Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.

Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku;
dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa” (Mazmur 23:1-6).

Deskripsi tentang natur Tuhan Elohim ini berbeda jauh dan tidak seperti Allah SWT yang siap menyesatkan seberapapun jiwa-jiwa manusia menurut suka-suka-Nya: “Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki” (Surat 14:4). Yesus sebagai inkarnasi Firman-Tuhan meletakkan nilai untuk satu persatu jiwa secara pribadi dalam keseluruhan totalitas kemanusiaan, karena bagiNya satu jiwa adalah seharga “semua jiwa” dalam skala dimensi-ilahiNya:

“Siapakah diantara kamu yang mempunyai 100 ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor diantaranya, tidak meninggalkan yang 99 ekor dipadang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai  ia menemukannya?” (Luk.5:4). Sambil mengingatkan kita:“Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba” (Matius 12:12).

Gembala yang baik bukan hanya bertugas untuk menyelesaikan satu hari kerja dan mendapatkan upah, tetapi ia bertanggung jawab sepenuhnya, bertarung, dan siap berkurban nyawa bagi domba-dombanya. Kesiapan Yesus untuk berkurban-nyawa ini diulangi Nya sampai empat kali (!) dalam satu pasal yang sama (yaitu ayat 11, 15, 17, 18). Dia tidak main-main dengan slogan, melainkan dia sungguh membuktikannya dihadapan publik tentang apa yang diucapkannya. Itu adalah pernyataan tentang kurban-diriNya diatas kayu salib bagi penebusan dosa manusia! Dan alangkah herannya bahwa apa yang diucapkan dan dibuktikan secara begitu serius dan mutawatir itu namun dinafikan oleh satu-satunya ayat dari Muhammad yang membantah kematiannya di atas kayu salib, tanpa bukti apapun!(Qs 4:157).

Ditempat yang lain dalam Injil, Yesus terus menerus mengindikasikan kematian-kurbannya demi membuktikan kebenaran akan kematiannnya, sekaligus maha-kasihnya bagi domba-dombanya,“Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13). Dan kembali Muhammad tidak memberi bukti bagaimana Allah itu Mahakasih, tetapi tetap berulang-ulang  berkata sebanyak 114 kali bahwa “Allah Maha-kasih dan Maha-penyayang”. 

Akhirnya, Yesus masih menyampaikan satu kepedulian dan passion yang sama untuk menggembala satu kawanan domba lain yang tadinya tidak termasuk dalam kandang yang sama. Itu adalah domba-domba yang menolak diri Yesus sebagai ANAK DOMBA ELOHIM yang menghapus dosa manusia (Yohanes 1:29).  Disinilah Yesus menampakkan hasrat hatiNya untuk menghimpunkan keseluruhan domba-dombaNya kembali ke hadapan Tuhan – tanpa satupun yang dikecualikan! Semua mau diselamatkan dengan cara yang pasti:

“Karena begitu besar kasih Tuhan akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).

MARILAH KITA RENUNGKAN HAL INI SECARA MENDALAM, dan berdoa agar Tuhan memberi hikmat dan hidayah  bagi kita untuk mampu membedakan gembala upahan dengan  Gembala Yang Baik :

“Tuhan, aku mau menjadi dombaMu yang baik, yang taat, dan mengikuti jalan yang Kaubuka dengan kuasa tongkat gembalaMu yang sanggup mengubah hidupku. Amin”.