Keutamaan Laki-Laki Dalam Islam
Oleh: DULADI
BAGIAN PERTAMA: “ISLAM ITU INDAH”
Muslimin: Agamaku, bolehkah aku meminta saran pendapat darimu?
Islam: Silakan.
Muslimin: Aku tertarik dengan seorang gadis perawan, padahal saat ini aku sudah beristri. Aku mau tanya, apakah ketertarikanku di dalam hati ini sudah kau anggap dosa zina, wahai agamaku?
Islam: Oh, tentu saja tidak. Apakah engkau lupa, bahwa aku mengijinkanmu kawin dengan lebih dari satu wanita? Bagaimana mungkin rasa tertarikmu dengan wanita lain itu kuanggap sebagai zina? Bukankah seorang laki-laki, agar bisa mengawini wanita lain, dalam hatinya harus timbul rasa tertarik lebih dulu? Jadi mana mungkin perasaan yg timbul dalam hati dan pikiranmu itu kuanggap sebagai suatu kesalahan.
Muslimin: Tapi, aku merasa berdosa dan bersalah kepada istriku. Dia pasti akan sakit hati bila tahu apa yang saat ini timbul dalam hati dan pikiranku.
Islam: Oh, engkau tidak usah pedulikan perasaan istrimu.
Muslimin: Kenapa begitu?
Islam: Karena aku ada di pihakmu.
Muslimin: Maksudmu?
Islam: Tugasku adalah memberi jalan keluar padamu, agar engkau bisa memuaskan nafsu syahwatmu dengan halal, tanpa peduli dengan perasaan istrimu.Muslimin: Bukankah perselingkuhanku dalam hati ini adalah sebuah kejahatan terhadapnya? Mengapa engkau tidak menyalahkanku, tapi malah mendukungku?Islam: Karena aku ada di pihakmu. Ingat, wahai laki-laki, bahwa AKU INI INDAH!Muslimin: Ya, aku tahu itu, bahwa ISLAM ITU INDAH. Kau adalah agamaku yg paling mengerti apa yang dibutuhkan laki-laki.
Islam: Nah, saran apa yang engkau inginkan dariku, wahai laki-laki?
Muslimin: Apa yg seharusnya aku lakukan, agar diriku tidak merasa berdosa pada istriku? Karena terus terang saja, aku merasa telah berzinah dalam hati.
Islam: Lakukan NIKAH. Nikahi gadis perawan itu, maka akan lenyaplah perasaan bersalahmu itu terhadap istrimu.
Muslimin: Bagaimana dengan ayatmu yg mengharuskan aku adil? Bukankah itu SYARAT yg sangat sulit untuk aku terapkan?
Islam: Kata siapa sulit? Bukankah dalam ayatku itu tertulis: "Jika kamu laki-laki TAKUT TIDAK DAPAT BERLAKU ADIL". Nah, jadi, soal adil atau tidak adalah terserah padamu. Kalau kamu ingin niatmu untuk menyetubuhi gadis perawan itu segera terlaksana, maka cukup kau katakan padaku bahwa dirimu SANGGUP BERLAKU ADIL, itu saja. Maka engkau aku ijinkan mencintai wanita lain itu, sekalipun istrimu tidak mengijinkanmu. Syarat yg cukup mudah, bukan?
Muslimin: Bagaimana bila dia menangis, marah, kecewa dan akhirnya minta cerai?Islam: Kenapa dirimu begitu peduli padanya? Toh dia sudah tua, dan kau sudah bosan dengannya? Apakah kamu lupa dengan ajaranku agar dirimu TIDAK USAH TERIKAT PERASAAN dengan istri di dunia? Apa kamu lupa dengan ayat-ayatku yg menjanjikan BIDADARI SURGAWI padamu? Jadi, abaikan istrimu itu, dan tidak usah pedulikan perasaannya. Sebab, BIDADARI lebih penting dari istri di dunia. Kenapa kamu masih saja peduli dengan istrimu yg sekarang? Anggaplah gadis perawan yg menjadi idaman lainmu itu adalah perwujudan dari BIDADARI tersebut. Beres, kan? Yang penting SYAHWATMU dapat tersalurkan, itu lebih utama daripada sibuk memikirkan perasaan wanita. Wanita memang diciptakan untuk pria, dan sudah menjadi takdirnya begitu. Sebagai AURAT untuk dinikmati oleh laki-laki, wanita tidak berhak menggunakan perasaannya, apalagi sampai berani menentang kehendak laki-laki. Anggaplah wanita itu LADANG tempat kamu bercocok tanam. Bila dia berani menolak kehendakmu, aku akan mengutus jibril untuk melaknatinya. Ingat, aku selalu ada di pihakmu, wahai laki-laki.
Muslimin: Siiip dah, kalo begitu! Terima kasih atas wejangannya. Oke, mulai sekarang, aku tidak akan lagi TERIKAT PERASAAN dengan perempuan di dunia, walau dia istriku. Perasaan wanita itu tidak penting, yang lebih penting adalah TUBUHNYA. Alloh saja menjanjikan BIDADARI padaku, jadi untuk apa aku terlalu mencintai istri di dunia? Alloh saja tidak peduli dengan perasaan istriku, kok.
Wahai kaumku, para muslimin, bergabunglah bersamaku, di “KLUB ISTRI PATUH”. Percayalah,,,, ISLAM itu MEMANG SANGAT INDAH.....
BAGIAN KEDUA: "PERASAAN ISTRI? EMANG GUE PIKIRIN?"
Duladi: Apakah anda sadar dengan apa yang anda perbuat?
Muslim: Sangat-sangat sadar. Saya dalam hal ini tidak berzinah, tapi nikah.
Duladi: Ya, benar. Anda nikah. Tapi nikah yang anda lakukan ini sebenarnya hanya sarana untuk melegalkan perselingkuhan anda dengan si Yanti, bukan?
Muslim: Anda ngawur! Anda tidak bisa membedakan nikah dengan selingkuh, ya? Sejak kapan nikah sama dengan selingkuh, heh?
Duladi: Istri anda, Ninik, curhat kepada saya, katanya anda telah mengkhianati cintanya. Betapa teganya anda menduakannya?
Muslim: Anda terlalu terbawa perasaan.
Duladi: Ini memang soal perasaan. Bukankah dahulu anda menikahi Ninik juga karena perasaan? Kenapa sekarang anda menjadi tidak berperasaan kepadanya?
Muslim: Sudah saya bilang, jangan membawa-bawa masalah perasaan. Apa yang saya lakukan ini tidak melanggar agama. Apakah anda suka bila saya berzinah? Lebih baik mana, berzinah atau menikah?
Duladi: Apa yang anda lakukan sekarang ini pada hakikatnya sama saja dengan zinah. Ya, zinah yang bertopeng nikah.
Muslim: Waduh-waduh, anda ini memang bodoh. Anda tidak bisa melihat apa, kalau nikah itu beda dengan zinah? Kenapa anda menyamakan nikah dengan zinah?
Duladi: Anda sudah menyakiti perasaan Ninik, orang yang dulu anda berjanji akan setia sehidup semati.
Muslim: Anda terlalu terbawa perasaan, Pak Dul.
Duladi: Memang benar, Islam secara sengaja membelokkan jalan pikiran umatnya agar tidak peduli lagi dengan perbuatan yang salah.
Muslim: Perbuatan yang salah apanya? Di mana kesalahan saya?
Duladi: Anda telah mengkhianati cinta Ninik. Anda telah menduakannya. Anda telah menyakiti perasaannya.
Muslim: Hmmm.... Anda terlalu membesar-besarkan persoalan perasaan.
Duladi: Jadi benar, khan? Islam telah membelokkan jalan berpikirmu agar TIDAK BERPERASAAN, menjadikan anda seorang EGOIS. Ini agama atau setan?
Muslim: Gak ada yg merasa dibelokkan. Anda ngarang...!
Duladi: Jadi anda tidak sadar, kalau pikiran anda saat ini sudah belok ke cara berpikir yang salah?
Muslim: Di mana salahnya, wong saya nikah, kok?
Duladi: Kenapa yang anda lihat cuma itu, dan bukannya melihat akibat dari perbuatan anda? Kenapa anda tidak memikirkan perasaan Ninik?
Muslim: Hala... Persetan dengan perasaan! Apakah kamu lebih suka melihat akibat dari berzinah daripada menikah?
Duladi: Kenapa kamu tidak bisa setia kepada Ninik? Ajaran apakah yang mengijinkan suami tidak setia kepada istrinya kalau bukan ajaran dari setan?
Muslim: Anda melihatnya dari sudut pandang perasaan, sedangkan saya melihatnya dari sudut pandang keabsahan secara hukum Islam. Jelas gak nyambung!
Duladi: Oke, secara tidak langsung anda sudah mengakui bahwa JALAN BERPIKIR ANDA berbeda. Inilah yang saya katakan, bahwa jalan berpikirmu itu telah disesatkan oleh Islam. Islam sengaja membelokkan jalan berpikirmu ke arah yang tidak benar.
Muslim: Apanya yang tidak benar? Khan saya tidak berzinah? Saya menikah.
Duladi: Letak tidak benarnya perbuatan anda adalah bahwa anda sudah mengkhianati cinta istri anda, bahwa anda sudah selingkuh dengan wanita lain, dan anda menyakiti perasaan istri anda itu.
Muslim: Itu khan menurut kaca mata anda, tapi perbuatanku itu sah, kok, dan tidak melanggar agama.
Duladi: Jadi anda tetap bersikukuh bahwa diri anda tidak bersalah terhadap Ninik?
Muslim: Dia harus menerima kenyataan, bahwa Islam tidak melarang pria kawin lagi. Hehehe...... Jadi, jangan bicara lagi masalah perasaan...!
Artikel Terkait: Salahkah Saya Berpoligami, Tanpa Ijin Isteri Pertama?